Kamis, 07 Juli 2011

Trilogi Debat Hot Ustadz vs Nabi Palsu (Part 3)

Ketika kau tak sanggup melangkah
Hilang arah dalam kesendirian
Tiada mentari bagai malam yang kelam
Tiada tempat untuk berlabuh
Bertahan terus berharap
Allah selalu di sisimu

Insya Allah, Insya Allah
Insya Allah ada jalan
 ....
> Sepanjang Jalan



Lantunan melodi religi dipadu suara bening nan merdu menghanyutkan khas Fadly dan Maher Zain  membuat setiap lirik dari lagu ruhani tersebut begitu dalam menyentuh, menjelajahi qalbu ini hingga ke sisi paling terpencilnya. Kuperbaiki kembali letak headset  di kedua kupingku tak ingin kehilangan sedetik pun sensasi elasi dari ruh lagu ini. Tak kuhiraukan lagi dua debat-ers psyko di hadapanku ini yang entah untuk kesekian kalinya berganti "medan tempur" (baca : topik/tema)  dengan begitu mudah layaknya mengganti channel TV pake remote.


"BODOHMU JUGA DAN KAMU INI...MAKANYA BANYAK-BANYAK KO MAKAN GARAM !!!

Tiba-tiba kalimat sarkastik dengan frekuensi giga-an Hertz tersebut menggelegar dari tengah forum, memaksa jiwaku yang tadinya sedang menari-nari riang di "padang sahara" alam bawah sadarku diiringi alunan musik kembali ke raganya. Ternyata semprotan itu baru saja keluar dari mulut La Iwan, entah bagaimana asal muasalnya yang jelas ditinjau dari sudut pandang manapun saya pikir kalimat itu lebih dari cukup untuk membuat gempa bumi lokal berkekuatan di atas 10 SR berguncang hebat di setiap centi harga diri La Bachi.  Mudah-mudahan tidak akan berlanjut dengan longsornya kepercayaan diri atau bahkan lebih parah lagi yaitu tsunami air mata dari La Bachi..Semoga..(Lets pray for Bachi)..

Selidik punya selidik ternyata inilah missing dialog bergenre keyakinan yang menjadi sebab musabab rentetan "bencana alam lokal" di atas :

Nabi Bachi : Ko setuju tidak kalau saya bilang sebenarnya kita tidak pernah diperintah oleh Allah untuk melaksanakan shalat? ( sambil tepuk-tepuk nyamuk)

Ustadz Iwan : haaa..apa ??(mulut menganga, nyamuk menghindar) ckckckck..belajar agama dimanakah kamu ini...

Nabi  Bachi : Sekarang ko cari ayat yang menyuruh melaksanakan? tidak ada toh? yang ada itu mendirikan.

Ustadz Iwan : Tidak samakah itu?

Nabi Bachi : Bedalah, mendirikan itu sudah pasti telah melaksanakan tapi melaksanakan belum tentu telah mendirikan

Ustadz Iwan : Iyo paeng, sebetulnya sa masih belum terlalu paham tapi supaya tidak berlanjut lagi, kita kembali ke pokok persoalan awal tadi. apa sebenarnya tujuanmu shalat?

Nabi Bachi : sabar dulu, satanya lagi kau..setuju tidak kalau saya bilang taat ibadah saja tidak cukup.

Ustadz Iwan : haa...apa lagi itu? ada-ada saja kamu ini laa..

Nabi Bachi : ih serius ini, kalau hanya taat apa bedanya kamu dengan mesin atau robot hanya taat saja hanya patuh saja. (senyum tipis khasnya penuh kebanggaan)

Ustadz Iwan : (geleng-geleng kepala) hmm..iyoh iyoh pale..hanya permainan bahasa saja itu, sekarang kembali ke  tema awal tadi..jadi apa tujuannya kau shalat?

Nabi Bachi : Kalau menurut saya karena shalat itu hukumnya wajib ( 5 waktu ) dan untuk mendapat pahala ..@#$%&^** (dialog yang ini sebetulnya panjang dan teramat bertele-tele, "circular reasoning" paling ribet yang pernah saya dengar jadi terpaksa diedit dan diringkas atas inisiatif penulis demi menghemat waktu)

Ustadz Iwan : Berarti kamu ini ibadah hanya karena mo cari pahala saja gara...

Nabi Bachi : iya toh orang beribadah itu pasti supaya dapat pahala supaya masuk surga..

Ustadz Iwan : oo berarti kau ini  tidak ikhlas shalat karena ada yang ko harapkan. Mungkin kalau ada di alfa mart yang jual pahala  sama surga pasti ko nda shalatmi toh toh...tomaeka...wkwkwkwkk ( tertawa setengah guling-guling jebakan betmen nya berhasil)

Nabi Bachi : ah tidak toh...tunggu sa berpikir dulu..(menoleh ke saya, tatapan matanya memelas semelas-melasnya memohon bantuan atau setidaknya time break)

Saya : (goyang-goyang kepala dengar musik)

Ustadz Iwan : kenapa Bachi lama skali ko berpikir eh??ko mau tunggu wahyukah..dasar Nabi Palsu..haha..

Nabi Bachi : Biarmi saya Nabi Palsu dari pada kau Setan/ iblis..

Ustadz Iwan : Biarmi saya setan, asal ko tau nah setan itu jujur lihat dia terang-terangan mengaku sama Allah akan menghasut manusia, setan itu tepat janji buktinya sampai sekarang dia terus menghasut manusia lakukan dosa, setan itu sabar dan gigih liat dia lakukan segala cara supaya manusia terhasut. jadi setan ternyata punya sifat-sifat lebih mulia daripada kamu laa...wkwkwkwkwk

Nabi Bachi : (dahi mengkerut) ah bisanya... salah itu pemahamanmu..namanya setan pasti tidak ada baiknya.. IQ jongkok memang kamu ini eh.

Ustadz Iwan : biarmi saya IQ jongkok..daripada kau IQ tiarap..otakmu saja masih lebih besar jarum pentul ini mungkin..haha..

Nabi Bachi : Memangnya ko bisa liat otak ku kah?

Ustadz Iwan : Bisa toh, di-rontgen saja toh kepalamu..susah kamma...tapi kayaknya khusus kalau orang-orang kayak kamu ini pasti sudah tidak ada otakmu biar di rontgen tidak akan kelihatan..

Nabi Bachi : hekalea..masu akala..

Ustadz Iwan : ane moha'a ka'asi..aimo taruhan ko traktir saya satu bulan makan di sari laut sama coca cola 1 botol per hari kalau betul yang sa bilang..

Nabi Bachi : (tanpa pikir panjang, telinganya selalu meninggi dan melebar kalau dengar kata taruhan) serius itu??..betul???...ayo..tapi kalau terbukti ada otakku kau yang traktir saya eh...iyo..ayo..deal...(penuh semangat)

Ustadz Iwan : hahaha...wkwkwkwkwk...xixixixixi(ketawa guling-guling, 5 kali guling ke kiri 6 kali guling ke kanan)...sa tipu2 kau bodo..anak kesehatan macam apa kamu ini...masa ada orang yang di-rontgen kepalanya bisa kelihatan otaknya pasti hanya tulang tengkorakmulah yang kelihatan kalau yang bisa kelihatan dengan otak itu kecuali Sidi Scan (maksudnya kayaknya CT SCAN)... hampirmi ko traktir saya satu bulan di sari laut sama coca cola..nyaris jadi Gayus lagi saya 1 bulan eh..hahaahhahah....

Haaaiihhh.... "BODOHMU JUGA DAN KAMU INI...MAKANYA BANYAK-BANYAK KO MAKAN GARAM !!!

Setelah melalui proses yang sangat panjang dan melelahkan ALhamdulillah debat dengan tajuk " Terpanas dan Paling Edukatif Abad Ini"  pun ditutup oleh kalimat berhuruf kapital di atas, berakhir sempurna bagi La Iwan dan antiklimaks cenderung naas bagi La Bachi. Tampak jelas logika La Bahi seperti kura-kura pincang yang ingin mengejar kepiting lincah dalam wujud nalar La Iwan. Terlepas dari benar tidaknya hubungan antara garam dan kecerdasan atau apakah kalimat itu punya makna lain misalnya saja merupakan sebuah majas, entahlah biarkan itu menjadi rahasia bertiga antara La Iwan, Tuhan dan Google saja. Saya juga tidak akan ikut campur demi tidak berlanjutnya debat yang sudah cukup memualkan ini.

Saya lebih tertarik untuk membuat sebuah pemetaan baru yang mungkin belum pernah ditulis di referensi manapun, bahwa dalam berdebat akan ada 3 tipologi karakter yang bisa mencuat.

Pertama adalah tipe Pendebat seperti La Bachi, karakter seperti ini cenderung untuk selalu mengambil alur pemikiran berlawanan dari lawan bicara demi menghadirkan sebuah "ring bertarung argumentasi", tak perduli dia berdiri di pihak yang lemah, salah atau bahkan sebenarnya bertentangan dengan hati nuraninya. Argumennya diramu sedemikian rupa hingga selalu menjadi antitesis dan anti teori dari sang lawan.  Tak heran tipe seperti ini sering tersesat di labirin penalaran yang dibuatnya sendiri, tak jarang malah mereka menjadi seperti pengembara yang tersesat di hutan rimba tanpa kompas.

Kedua adalah tipe Pengkritik seperti La Iwan, karakter tipe ini lain lagi. Dia memiliki kecenderungan untuk mencari kelemahan setiap argumen dari lawan tarung debatnya, dia tak perduli lagi dengan argumentasinya sendiri, yang penting baginya adalah  menyerang semua sisi negatif dari argumentasi kubu lawan tanpa ampun tanpa belas kasihan sedikitpun..

Ketiga adalah tipe Pengkritis seperti saya mungkin (hehe), karakter tipe ini jauh lebih unik.  Walaupun hanya dibedakan oleh huruf S dan K dari karakter sebelumnya ternyata dalam teori dan prakteknya jauh berbeda. Tipe Pengkritis lebih menggunakan perangkat penalaran, mencari sebab musababnya, menganalisis alasan-alasan, mengumpulkan fakta-fakta pendukung argumen hingga produk akhirnya adalah sebuah argumentasi yang kokoh dan nyaris tanpa celah.

Lantas saya mencoba menilik beberapa "ajaran sesat" Nabi Bachi pada bagian awal dialog di atas, hanya sayangnya ketika saya konfirmasi setelah debat usai ternyata dia memilih bungkam, entahlah mungkin dia masih syok atau mungkin juga memang sebatas itulah yang ia pahami. Tak apalah, saya memilih maklum saja. Akan seperti itulah bila argumentasi yang digunakan hasil memulung ide dari luar bukan dari proses penalaran atau rasionalisasi sendiri. Mateko..masih mauko "payyabo ide" ..haha

"Shalat adalah tiang agama'
Tak akan ada  barang seorang pun umat Muslim yang akan mendebat akan hal ini. Karena shalat memang adalah sebuah penyangga dari fondasi keimanan setiap kita, itulah mengapa ayat yang turun adalah perintah "mendirikan" shalat, bukan sekedar melaksanakan, bukan sembarang tiang namun merupakan tiang yang memiliki konstelasi arisitektur kokoh mengakar dalam tanah. Mari kita eksplorasi lebih jauh apa yang coba dijabarkan oleh Nabi Bachi dan Ustadz Iwan di atas.

Untuk apa kita shalat ?
Sejatinya shalat adalah sebuah konsekuensi dari syahadatain yang terikrar dan sebuah ungkapan kecintaan tiada terkira serta terima kasih tiada berbatas kepada Allah SWT atas nikmat tak berujung yang telah dianugerahkan. Seorang Aburizal Bakrie atau Bill Gates sekalipun tak akan mampu membayar nikmat setiap helaian napas dan nikmat setiap detakan jantung seumur hidup mereka apalagi nikmat harta melimpah yang dititipkan  pada mereka.

Al Qur'an dan Hadist meriwayatkan bahwa perintah shalat diterima Rasulullah begitu istimewa melalui peristiwa Mi'raj, Jadi shalat sebenarnya adalah sebuah perjalanan spritualis setiap Muslim untuk menghadap Allah SWT, shalat adalah sebuah momen dimana manusia dapat begitu dekat dengan Tuhan-Nya, saat dimana mahluk yang diciptakan bisa begitu intim dengan Sang Penciptanya.

Namun seiring perkembangan zaman kemudian terjadi bias terhadap motif dalam pelaksanaan ibadah shalat ini seperti salah satunya yang disebutkan oleh Nabi Bachi namun saya mencoba mengeksplorasinya lagi :

Pertama yaitu sebagai upaya untuk menggugurkan kewajiban, untuk membayar hutang bahwa shalat adalah wajib. Haram hukumnya bila ditinggalkan. Dan konsekuensinya akan masuk neraka. Tuhan dibayangkan seperti tukang kredit yang minta hutang. Atau seperti hakim yang ditangan-Nya sudah siap siaga sebuah palu. Dan shalat dengan motivasi seperti ini biasanya akan cepat selesai. Baru saja selesai takbir, sudah langsung ruku', lalu seterusnya begitu cepat hingga tampak seperti seekor ayam yang mematuk-matuk makanannya. Singkatnya, begitu kita lengah sekejap, dia sudah langsung selesai. Entah apa yang dibacanya dalam shalat tidak jelas. Tapi dia merasa puas: “Hmm … aman pula satu soal. Hutang sudah saya bayar. Selamat dari azab neraka.”

Menyinggung tentang hal ini sering saya merenung mengapa pahala dan nikmat surga sering menjadi iming-iming yang dijanjikan oleh Allah SWT atas setiap ibadah sebagaimana pula dosa dan siksa neraka menjadi hukuman atau konsekuensi dari setiap kemungkaran yang diperbuat layaknya manusia adalah anak kecil yang kerap diiming-imingi permen bila patuh dan taat juga diancam dengan hukuman bila melanggar. Ternyata secara psikologis sisi kesadaran terdalam manusia yang melibatkan hati kecilnya akan bergetar hanya oleh 3 hal yaitu Harap, Takut dan Cinta. Dalam pengharapannya, dalam ketakutannya dan dalam mabuk cintanya ternyata manusia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami sebuah evolusi kesadaran kosmik.

Kita lanjut ke motif kedua yaitu shalat untuk melarikan diri dari ketidakberdayaan hidup, sebagai morfin psikologis atau sebagai katarsis. Merupakan pengalihan secara psikologis. Misalnya karena stress, bingung, kalut, ketakutan dan sejenisnya. Biasanya, begitu kekalutan hilang, gairah shalat akan langsung melorot. Dan kalaupun tetap shalat, biasanya motivasi sholat akan pindah ke motivasi yang pertama: “Untuk bayar hutang agar tidak berdosa”.

Ketiga shalat untuk menghindar dari penilaian sosial. Misalnya segan karena semua orang shalat, maka secara psikologis refleks kaki melangkah untuk ikut berbondong-bondong mengambil wudhu dan akhirnya shalat dihadapan orang lain. Dengan tujuan, agar lingkungan tetap menganggap dirinya adalah orang baik-baik.

Keempat shalat untuk mengharapkan impian yang tidak pernah tercapai dalam kehidupan nyata. Ini mirip anak-anak yang merengek agar diberi mainan. Shalat yang seperti ini akan merusak mentalitas menjadi mental penjilat. Dan biasanya, segala keberuntangan yang diperoleh selalu disugesti karena kemurahan Tuhan. Efeknya secara psikologis, akan membuat pribadi lemah. Tidak hidup otentik. Dan sebaliknya ketika mendapat kemalangan, maka itu disugesti sebagai cobaan yang didatangkan Tuhan. Efeknya secara psikologis, tidak pernah mengakui kesalahan secara sportif. Segala kekurangan, kekacauan hidup dihayati sebagai tindakan Tuhan. Sedang diri sendiri diindokterinasi tidak terlibat. Dengan kata lain, motivasi shalat seperti ini akan menciptakan pribadi yang suka cuci muka, cuci tangan dari kesalahan diri.

Kelima shalat untuk membangun image. Agar dunia tahu bahwa diri taat. Bahwa diri benar-benar orang yang baik dan mulia. Bahkan merasa suci dari orang yang tidak shalat. Efek psikologis dari motivasi shalat seperti ini adalah shalat menjadi tumbal politik psikologis. Sebagai kenderaan untuk membangun citra diri.

Kelima contoh di atas adalah sebuah fenomena populis yang jamak ditemukan di keseharian kita termasuk saya sendiri masih sering menjadi pelanggan motif shalat seperti ini.  Bilamana shalat hanya dimaknai sebagai sebuah RITUAL saja dengan mengejawantahkan nilai-nilai SPIRITUALIS nya. Tidak ada lompatan kuantum yang terjadi ketika takbir, tak ada kesadaran makrokosmos dan getaran qalbu di setiap lantunan bacaan shalat, tak ada rasa kerinduan di setiap salam, serta tak ada akselerasi laju adrenalin moral dalam perilaku setelahnya.  Ketika nilai-nilai spritualis tersebut dapat menyatu dalam setiap bacaan dan gerakan shalat maka yakin dan percaya shalat tak akan lagi menjadi sebuah kewajiban tapi bertransformasi menjadi sebuaah kebutuhan hingga akan selalu ada kerinduan terhadap perasaan intim ketika "berjumpa" dengan sang Khalik. Terlebih tak bisa dipungkiri bahwa keimanan adalah sebuah properti dari alam bawah sadar manusia yang paling bersifat fluktuatif, rawan akan terjadinya "inflasi" maka semakin sentral lah posisi shalat sebagai penjaga kestabilan dari grafik keimanan tersebut. Sementara pahala dan nikmat surga hanyalah sebuah paket bonus dari shalat itu sendiri.

Namun dalam Islam kita kenal 3 level kesadaran dalam beribadah yaitu : syariat, hakekat dan makrifat. Setiap ibadah apapun motifnya termasuk 5 motif yang disebutkan tadi, saya yakin dengan pasti akan selalu mendapat apresiasi dari Allah SWT Sang Maha Pemurah, sebagai pembelajaran menuju ke level kesadaran yang lebih tinggi..LEARNING BY DOING...sebab bahkan sebuah keikhlasan pun bisa lahir dari kebiasaan yang awalnya terpaksa.

Lalu bagaimana agar shalat bisa khusyu ?
Masalah kompleks yang masih terus menjadi misteri, sudah banyak training dan pelatihan tentang trik dan tips agar shalat khusyu bisa diwujudkan namun nyaris tak ada indikator yang bisa dijadikan parameter dari ke-khusyuan sebuah shalat sehingga menimbulkan beragam persepsi tentang shalat khusyu itu sendiri. Khusyu tidak bisa diungkapkan, tapi dirasakan….., tidak bisa digambarkan tapi diniatkan dan direncanakan. Hanya Allah yang akan memberi tahu kekhusyuan kita saat pertemuan nanti jadi khusyu adalah rahasia antara setiap manusia dan Allah dalam perjumpaannya di setiap shalatnya. Khusyu akan menyatu dengan jiwa, meresap disegenap pori-rori , menjalar dialur nadi, terpancar dalam aura, terbaca dalam sikap dan laku, energy dari keagungan ayat-ayat-Nya akan menebar dan tersebar disekitar kita, semua akan tereflesikan dalam indahnya akhlak, karena puncak ibadah adalah AKHLAQUL KARIMAH dan pada hakekatnya orgasme spritual atau produk akhir dari sebuah shalat adalah "Mencegah perbuatan keji dan munkar".
Mari menshalati nilai-nilai kehidupan dengan segala kesadaran bathin akan totalitas makna hidup.

Poin kedua yang menarik dan perlu dieksplorasi dari dialog antara Nabi Bachi dan Ustadz Iwan di atas adalah tentang apa yang disebut oleh Ustadz Iwan sebagai permainan bahasa dalam Al-Qur'an. Bahwa ayat-ayat Al-Qur'an ternyata kerap menimbulkan multitafsir atau multi persepsi sehingga dalam penafsiran terhadap ayat-ayatnnya kita tidak bisa memenggal sepotong-sepotong atau sebagian ayat saja tetapi perlu mencerna beberapa ayat sebelum dan sesudahnya terlebih dahulu,  jangan pernah menelannya mentah-mentah (antitafsir). Tak terelakkan bahwa perbedaan tafsir terhadap Al Qur'an dan Al Hadist, perbedaan persepsi terhadap sejarah Islam, serta adanya infiltrasi dari paham-paham di luar Islam seperti Ilmu Filsafat atau bahkan Nasrani dan Buddhisme kemudian menjadi tonggak dan pioner lahirnya berbagai mahzab, berbagai maqam dan aliran dalam Islam. Dalam era kekinian terorisme menjadi contoh bagaimana sebuah persoalan tafsir yang nampaknya sepele bisa membuat Islam dicap sebagai agama teror, agama kekerasan, fanatik membabi buta dan premanis.

Mengapa ayat-ayat Al Quran sampai menimbulkan multi tafsir dan mengapa harus demikian?
Mari kita eksplorasi lebih jauh lagi..
(La Bachi tiba-tiba memotong, kenapa kau ini daritadi eksplorasi terus?)
(Saya : Hanya manusia hidup yang melakukan eksplorasi, setelah mati dikubur di tanah maka eksplorasi diteruskan oleh cacing dan tanah.. mengertiko?susah memang karena kau itu selalu lain yang dihidangkan lain yang ko kunyah..jadi daripada tambah banyak lagi syaraf-syarafmu yang putus mending ko pergi makan garam sana..haha)
(Bachi : Teriak histeris, lari ke dapur, makan garam kristal satu ember, besoknya dirawat di RS dengan diagnosis Hipertensi Malignancy post berdebat et causa makan garam satu ember)

Persoalan mengapa Al-Qur'an harus multitafsir saya pikir ini adalah rahasia dari Allah SWT, namun secara logika kita dapat menalar bahwa seandainya Allah SWT menurunkan ayat-ayat Al-Qur'an beserta penjelasan-penjelasan lengkapnya panjang lebar maka bisa dibayangkan akan setebal apa Al Qur'an tersebut nantinya. Sementara tentang multi tafsir hal ini tak lepas dari kenyataan bahwa ayat-ayat Al Qur'an kaya akan metafor-metafor yang baru akan ditemukan maknanya bila huruf-hurufnya ditelanjangi kulitnya terlebih dahulu. Al Qur'an adalah karya sastra Maha Agung bernilai seni tinggi yang diturunkan oleh Allah SWT untuk umat-Nya. Bahkan seorang penyair terkenal di akhir milenium ini sekelas Khalil Gibran yang notabene non Muslim pun kerap terinspirasi dari ayat-ayat Al Qur'an..
Karena sungguh Allah SWT adalah penyair terbesar Maha Jenius yang pernah ada
Di setiap jazirah
Di sepanjang zaman

NB : Untuk yang terhormat saudara La Ode Bahiruddin S, Farm tak ada maksud sedikitpun utk menindas anda dari trilogi note ini apalagi sampai pembunuhan karakter berencana seperti yang banyak orang tuduhkan. Mungkin ini hanyalah sebuah Organized Character Assassination jadi tolong anda jangan salah paham. Demikian note ini dibuat untuk dipergunakan sesuka Anda.

Ryo
(19 Juni 2011)

Diam di balik pena
Menggema dalam sejarah
Menelanjangi kabut zaman
Merobek imajinasi pembaca
Terseok-seok digulung ide. Dijungkir balikan oleh fantasi
Kadang begitu dekat, kadang jauh melambung entah kemana,
Lalu tiba-tiba menukik tepat di jantung hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar