Jumat, 29 Juli 2011

Saat Otak Kiri Meninggalkan Otak Kanan (serial ultah)


Untuk apa bersekolah di SD, SMP dan SMA itu kawan? Dulu pertanyaan ini tak pernah terbersit sedikitpun dalam benakku. Yang kuingat saat itu adalah aku harus bersekolah karena memang sudah seperti itu yang berlaku di khalayak umum sebagai sebuah hierarki system pendidikan nasional, bahwa seorang anak harus bersekolah di SD, setelah tamat lanjut ke SLTP dan kemudian duduk di bangku SMA setelahnya. Sebab teman-teman sebayaku  melakukan hal yang sama, karena orang tua pun menyuruhku seperti itu. 

Untuk ukuran anak yang hanya bersekolah sebagai sebuah kewajiban atas dasar asas ikut-ikutan tak heran aku pun terkesan santai mencumbui setiap mata pelajaran dari tahun ke tahunnya, satu-satunya yang dapat memompa laju adrenalin niat belajarku adalah “aroma kompetisi” di dalam kelas, entah bagaimana awalnya aku menjadi seorang penggila kompetisi tapi sayangnya aku bukanlah orang yang cukup ambisius untuk seorang kompetitor, tak pernah aku mengeluarkan seluruh daya dan upayaku untuk bersaing. Kembali, aku adalah seorang kompetitor santai. Tak heran ranking 1 pun tak pernah aku jamah selama merintis karier di dunia pendidikan wajib 12 tahun. Tak ada kecewa, tak ada sesal di setiap pembagian raport karena aku tahu memang itulah harga yang pantas untuk usahaku yang setengah-setengah. Akh, aku memang seorang kompetitor yang aneh kawan.

Kata orang tuaku, aku adalah anak yang sangat tidak merepotkan selama sekolah. Aku bukanlah anak yang tiap hari disuguhi pertanyaan “Dapat berapa tadi Nak di sekolah, bagaimana pelajarannya hari ini apa ada kesulitan?” Atau “Ada PR nda besok Nak?”. Pertanyaan dari Mama hanya ada dua, selalu stereotype dari tahun ke tahun mulai SD hingga hari ini “Sudah ulangan/ujian?” “Dapat ranking berapa?” atau sekarang setelah kuliah “Dapat nilai apa?” . Yah, orang tua yang begitu pragmatis menurutku..hehe..but u are still the best Mom. Aku tahu walaupun sering dengan terang-terangan mengemukakan ketidakpuasannya ketika menerima raportku, Mama selalu bangga padaku dengan sembunyi-sembunyi. “Apa ini, dari dulu ranking # (sensor) atau # (sensor lagi) saja, masa dikalahkan terus sama perempuan, tidak ada malu-malumukah, berhenti saja sekolah kalau begitu terus”
Saya : “ Biar saja, daripada mama tidak pernah dapat ranking dulu waktu sekolah !!! weks..(lari ke teras rumah, pura-pura sibuk padahal karena tidak mau tidur siang)

Mungkin satu-satunya pelajaran yang membuat urat leher seluruh orang rumah menegang adalah pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (KTK), inilah musuh abadiku selama duduk di bangku sekolah hingga hari ini. Saat ada tugas atau PR KTK, maka bersiap-siaplah seluruh orang rumah disibukkan, karena jangan harap saya akan mengerjakannya sendiri dan jangan harap pula saya akan ke sekolah bila tugas tersebut hasilnya tidak sesuai harapan. Saya sempat terpikir, mungkin Tuhan entah sengaja atau tidak lupa menambahkan atribut “sense of art” dalam gen saya ketika dilahirkan ke dunia ini, atau mungkin juga saya tidak hadir saat pembagian atribut ini di langit yah..entahlah..yang jelas saya adalah seorang yang “alergi seni”. Sebuah bukti nyata bahwa otak kanan saya jauh tertinggal dari otak kiri, sangat amat jauh malah. Untung saja hal ini tidak tampak dari luar, kan jd aneh kalau tengkorak sebelah kiri saya lebih maju ke depan atau membesar dibanding yang kanan..

Kemudian saat duduk di bangku SMA, hal aneh lainnya adalah kegilaan obsesif kompulsifku pada sepakbola semakin menjadi-jadi. Wadah pikiranku terisi penuh oleh segala tetek bengek sepakbola berikut derivasinya seperti video game bola, tabloid bola, hingga poster-posternya pun dengan sempurna menjadi orchestra tunggal dalam hidupku saat itu.  Sementara saat itu teman-teman sekelasku mulai mengenal sebuah vitamin hidup bernama VIT.C (CINTA) yang merupakan anti oksidan murah dan mudah didapatkan di usia pubertas, vit C sangat dianjurkan untuk mencegah berbagai penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus-virus hati. Tapi hati-hati overvitaminosis vit. C ini, karena dapat mengganggu fungsi kerja otak kawan.

Dalam keseharian masa-masa SMA tanpa alasan yang jelas saya hanya tertarik untuk berpoligami dengan pelajaran Fisika dan Bahasa Indonesia, entah kenapa dua pelajaran ini begitu menghipnotis darah mudaku yang sedang mencapai titik didihnya. Ada sensasi tersendiri saat mengurai gaya yang bekerja pada suatu benda, membuat rumus turunannya, dan mengkonversi satuan-satuannya. Saat itu saya merasa menjadi seperti seorang detektiv yang berusaha menemukan pelaku dari fakta-fakta yang diketahui dan prosedur empirik. Tanpa sadar saya telah mengurai hukum-hukum alam Tuhan, mengkode sandi jagad raya yang Maha Luas dan sunatullah-Nya masing-masing. Lalu ada perasaan yang berbeda ketika bermain kata dalam bahasa Indonesia, saya seperti menemukan inner beauty dari sebuah sastra yang tertuang pada gravitasi makna dari setiap majas dan perumpaan yang digunakan.

Di saat yang sama teman-temanku saat itu mulai semakin gencar berbicara tentang cita-cita, tentang niat mereka melanjutkan studi di universitas-universitas terkemuka di Indonesia, SAYA?? Tak tahu apa-apa. Nama Universitas saja asing bagiku, apalagi jurusan-jurusannya.  Bahkan prosedur SMPTN pun baru aku ketahui ketika kelas 3 SMA, bahwa ternyata untuk masuk sebuah universitas itu harus mengikuti tes ujian nasional yang susahnya naudzubillah. Pantas saja sahabat-sahabat karibku yang kutu buku semakin berkembang biak, bertelur dan mengkutui buku-bukunya, tak pernah lepas dari contoh-contoh soal SMPTN dan UAN, sejauh mata memandang di dalam kelas semua orang tertunduk membaca dengan jidat mengkerut 7 susun tak kurang dan tak lebih. Satu-satunya cita-cita yang pernah terkilas dalam benakku adalah saya hanya ingin menjadi seperti Bapak. Yah, dialah my superhero, he is my role mode..Berharap dapat berjalan menyusuri setiap jengkal jejak langkahnya

Ternyata inilah puncak dari seluruh euphoria 12 tahun dalam keriangan intelegensia, menggumuli pelajaran demi pelajaran, level demi level dalam tatanan system pendidikan nasional. Keseluruhannya adalah sebuah proses dalam rangka menggapai cita-cita masing-masing, adalah sebuah batu pijak setiap anak dan remaja dalam mengejar mimpi-mimpinya. Ketika memasuki area perkuliahan maka masing-masing dari kita telah terkotak-terkotak dalam jalur merintis impian masing-masing, saat dimana kita memulai fase kedua dalam kehidupan.  

Sebagian orang bermimpi besar, mempercayai mimpinya tersebut, melakukan penciptaan imajinasi yang luar biasa sebagai seorang manusia. Hidup dengan impian yang bermakna, tetapi sedikit pun tidak bekerja keras untuk impiannya tersebut. Mereka tak lain hanyalah pembual nomor satu bagi dirinya sendiri. Sedang sebagian lainnya bekerja keras setiap hari dengan peluh, luka dan lelah yang terus ada, tetapi tanpa impian yang mampu membakar bara api semangat dalam setiap langkah, nafas dan penglihatan mereka, bergerak lelah, berkeringat tanpa makna. Mereka mungkin adalah idiot nomor satu bagi dunia.
Dan malam ini di saat angin sepoi begitu gigil menyapa keheningan malam, di kursi ini, di depan monitor ini sedang duduk mengetik dengan jari-jari yang menari lincah di atas keyboard seorang anak manusia “PEMBUAL IDIOT “ nomor satu di dunia…!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar