Seperti semangat persatuan Sumpah Pemuda yang lahir dari kecocokkan visi antara para pemuda pemudi Indonesia maka penyatuan hati dalam sebuah hubungan cinta pun menurut sebagian orang besar..oups salah, maksud saya menurut sebagian besar orang butuh yang namanya KECOCOKAN.
Ya, mencari kekasih, suami/istri, teman, guru, hingga sandal jepit, umumnya yang selalu menguasai otak kita adalah kata “kecocokan” yang sudah barang pasti meniscayakan tuntutan “kesempurnaan”, maka tak perlu heran bila sebagian besar dari Anda takkan pernah berhasil menemukan dan memilikinya.
"Kamu mau saja yah sama dia..dia itu pokoknya cowok sempurna deh idaman setiap wanita, kurang apalagi coba si dia-nya ..bayangnkan nih ..Ganteng??kurang,,Intelejensi??kurang,,,Berat badan??kurang...Uang??kurang...sopan santun??kurang...nah KURANG APA LAGI coba.." #gubrakk
Mencari sendal jepit sekalipun bisa gagal didapat. “Ini modelnya sudah bagus sih, tapi kok garis hitamnya kurang terang ya?” Atau, “Sayang sekali ini kok kurang tebal dikit, kurang tinggi setengah centi lagi…” Atau, “Bagus banget sih, elegan sekali, punya kesan mewah dan modelnya pun lagi trendy saat ini tapi kok harganya kurang mahal yah…”#gubrakk lagi sambil geleng-geleng kepala 3 kali ke kiri dan 5 kali ke kanan.. dll.
Sekali lagi, kurang!
Apalagi jika “kurang” ini diterapkan sebagai ukuran untuk menakar makhluk bernama manusia. Pasti akan se-tronton deh urusan kekurangan itu.
Di kepala kita, misalnya, tergambar jelas bahwa lelaki idaman itu punya rambut Mohawk tapi rapi, tampan rupawan, selalu wangi, punya banyak koleksi kaos modis Inter Milan, body atletis tinggi semampai dengan mobil Hammer Silver pabrikan terbaru, kalau berbicara selalu lembut, halus penuh sopan santun, ndak suka kopi, tidak merokok, serba tahu segala hal mulai urusan dunia sampai akhirat, bisa menjadi imam shalat dan ngaji sekaligus, punya tabungan untuk masa tua, selalu sedia mengantar kemanapun, selalu ingat tanggal ultah kita, serta siap ditempatkan di daerah mana saja dll.
Apa iya ada benar lelaki yang begitu, memenuhi semua kriteria yang sudah Anda buat, yang kalau diwujudkan dalam sebuah check list-nya bisa sampe lima halaman kuarto ketik satu spasi?
Demikian juga dalam hal mencari wanita.
Bila di kepala kita telah disematkan daftar kriteria panjang tentang wanita idaman, mulai dari rambut panjang, kulit putih, cantik menawan, rajin sikat gigi, modis kalau dandan, tidak lola (loading lambat), jago memasak, tubuh langsing selalu memenuhi permintaan kita, selalu sabar dan penurut bahkan diam saja kalau kita lagi iseng mau menganiayanya, maka di manakah itu akan ditemukan ya?
“Kurang, kurang, dan kurang!” Itulah virusnya.
Yakinlah, bila kata ini yang Anda pakai sebagai teropong untuk mendapatkan seseorang, maka Anda takkan pernah mendapatkannya! Never!
Lho, memangnya apa ndak ada lagi ya orang baik seperti itu di muka bumi ini? Bukankah wajar dan manusiawi kalau setiap kita menginginkan bisa mendapatkan pasangan yang terbaik?
Ya dong, wajar sekali memang, dan itu alamiah atau manusiawi bahkan sewajibnya digantungkan di langit cita-cita kita, bukan di jemuran! Karena ndak mungkinnyami kita mau cari pasangan yang buruk, jahat, kejam, keji, lalim, lebih dzalim dibanding Fir’aun itu? Haa, ya ndak bangetlah!!
Tapi, ingat, ada hal-hal prinsipil yang harus segera kita tanamkan di kepala kita sendiri.
(1) Ukuran mutu kebaikan itu sungguh sangat relatif, karenanya sesuatu yang baik bagi seseorang belum tentu dianggap baik oleh orang lain. Maka dengan sendirinya, di posisi ini, sebenarnya yang berlaku bukan lagi soal kebaikan dalam artian “hitam dan putih”, tetapi lebih pada “kenyamanan” buat diri Anda.
Boleh saja Anda punya cowok yang rajin sekali facial dan selalu pakai body lotion, selalu wangi, tapi jika ternyata itu membuat Anda kok merasa cowok Anda lebih feminis dibanding Anda dan itu menghadirkan rasa tak nyaman pada diri Anda, jelas itu bukan sesuatu yang baik dong, bukan sesuatu yang nyaman kan. So, sekali lagi, tekanannya adalah soal “nyaman atau tidaknya” Anda dengan seseorang itu.
(2) Sejatinya cinta itu bukan untuk mencari dan mendapatkan kecocokkan, karena kalau ini poinnya, yakinlah bahwa Anda takkan pernah menemukan kecocokan yang selalu mampu memenuhi setiap tarikan nafas Anda. Cinta yang berselimutkan “kehendak kecocokan” niscaya akan lebih sering mengecewakan, lantaran setiap orang telah terlahir, tumbuh, dan dewasa dalam ragam tata nilai dan cara pandang yang sangat berbeda-beda, sehingga apa yang “cocok baginya” sungguh belum tentu “cocok bagi Anda”.
Lihat fenomena di kalangan para artis saat menggelar konfrensi pers mengumumkan hubungan mereka atau rencana mereka ke jenjang yang lebih serius selalu dihiasi dengan kata-kata mutiara penuh senyum sumringah "Yah kami berdua merasa cocok satu sama lain dan saling melengkapi kekurangan masing-maisng" namun setelah beberapa bulan menikah dengan berlinang air mata kalimat-kalimat itu bermetemorfosis menjadi "sudah tidak ada kecocokkan lagi di antara kami" atau "kami sudah tidak sepaham lagi" begitu derasnya mengalir dilontarkan seperti seseorang yang menderita amnesia. Lalu apakah kecocokan itu adalah sesuatu yang bisa hilang timbul, datang dan pergi begitu saja kawan?? nyatanya kecocokkan itu tidak dicari tapi dibentuk.
Benturan “cocok baginya” dengan “cocok bagi Anda” inilah sesungguhnya biang kerok segala bentuk pertikaian yang akan memicu ketaknyamanan. So, jangan terbalik, rasa tak nyaman sama sekali bukan dipicu oleh perbedaan-perbedaan pribadi, tetapi selalu disebabkan oleh “tuntutan untuk cocok baginya” atau “tuntutan untuk cocok bagi Anda”.
Sebagai bukti, coba Anda ingat ulang, benturan Anda dengan kekasih atau teman Anda selama ini yang memicu rasa tak nyaman pasti bukan karena Anda berbeda dengan kekasih atau sahabat Anda kan, tetapi lantaran Anda atau kekasih atau teman Anda “menuntut untuk cocok” dengan ukuran kecocokkannya masing-masing.
Perbedaan adalah kodrat, hukum alam, sunnatullah, sehingga tidak perlulah kita berharap mampu mengubah hal-hal yang sifatnya kodrati itu. Justru hal yang jauh lebih penting bagi kita semua sekarang adalah mengubah mind set dengan tegas: “Bukan mencari kecocokan, bukan menuntut pengertian, tetapi memberikan pengertian”.
Ya, memberikan pengertian!
Berbeda jauh dengan “karakter kecocokan” yang selalu menuntut kesempurnaan dan kesamaan dengan keinginan Anda sendiri, pengertian akan selalu mendorong Anda untuk mampu memahami bahwa pasangan atau kekasih Anda memang tidak sama dengan diri Anda. Ia adalah manusia utuh sendiri, dengan latar budaya, keluarga, pendidikan, pergaulan, hingga world view-nya sendiri, sebagaimana diri Anda sebagai manusia utuh sendiri, yang memiliki latar budaya, keluarga, pendidikan, pergaulan, hingga world view sendiri.
Dan ingatlah bahwa perbedaan-perbedaan itu hanya akan bisa dipersatukan dalam sebuah sangkar emas yang mempesona, entah itu pacaran, pernikahan, atau persahabatan, bila diberi minum dan pakan bernama pengertian. Serta camkan baik-baik dalam belukar otak Anda bahwa cocok tak selalu berarti harus sama.
Anda mengerti bahwa pasangan Anda kurang menganggap penting untuk mengingat dan memberi kado pada hari ultah Anda, maka tidak perlulah Anda kemudian marah karena merasa kurang diperhatikan, kurang disayang, atau bahkan menuduh tidak cinta lagi kepada pasangan Anda. Semestinya Anda mau mengerti pandangannya tersebut lantaran sungguh kado ultah sama sekali tidak bisa dijadikan simbol mutlak untuk mengukur masih cinta atau tidak.
Misal lagi, Anda paham bahwa kekasih Anda punya kebiasaan marah-marah nda jelas bila ada sesuatu yang kurang berkenan di hatinya terlepas dia sedang datang bulan atau tidak, dengan menggunakan gesture dan kata-kata yang bertentangan dengan keinginan aslinya, maka tentu Anda harus mau mengerti bahwa kalimatnya, “Ya sudah, turunkan saya di lampu merah depan coto gagak situ saja…!” tidak dimaksudkan agar Anda menurunkannya betulan, tetapi sekadar ekspresi ketidaksukaannya dan Anda bertugas untuk menenangkannya, mungkin dengan sekadar sentuhan atau rayuan kecil saja.
Ya, hubungan dengan orang lain, apa pun bentuknya, rumusnya memang selalu memerlukan “asas pengertian”, bukan “asas cocok atau tidak cocok” dengan Anda. Jangan dibalik ya!
Pegang selalu, bila Anda mengedepankan “asas cocok atau tidak cocok”, pasti Anda takkan pernah mampu membangun sikap pengertian padanya. Dampaknya kemudian hanya akan memicu pertikaian, konflik, ketaknyamanan, lalu bubrah semua!
Tetapi bila Anda mengedepankan “asas pengertian”, maka segala perbedaan yang timbul, sekalipun itu secara sporadis kadang memuncratkan rasa tak nyaman pada diri Anda, akan mampu terendam dalam kulkas pengertian itu, sehingga hubungan pun akan menjadi bisa diadem ayemkan dengan segera, didinginkan, dan tak perlu meledak laksana kompor gas elpiji 5 kg.
Jika Anda sudah berhasil memahami rumus ini, maka sekarang tugas besar Anda semua adalah: “Memampukan diri untuk membangun keluasan pengertian seluas-luasnya”.
Semakin luas kemampuan Anda meluaskan pengertian kepada pasangan Anda, maka akan semakin nyamanlah Anda dengannya. Dan, bukankah rasa ini yang sebenarnya selalu Anda cari dalam setiap hubungan?
Sebaliknya, semakin Anda egois dan kikir untuk meluaskan pengertian kepada pasangan Anda, maka akan semakin tak nyamanlah Anda dengannya. Dan, bukankah rasa ini selalu menjadi racun dalam setiap hubungan?
“Selalu ada plus minus pada setiap orang,” inilah mantra sakti yang harusnya selalu Anda rapalkan, tuliskan di secarik kertas, rendam dengan air mendidih pada subuh hari lalu minumlah 2 kali sehari setelah makan..Dijamin dalam keadaan apa pun, terutama saat berbeda pandangan dan sikap terhadap suatu hal Anda akan selalu mampu menyediakan samudera pengertian untuknya. Dan hanya dari samudera itulah Anda akan memperoleh samudera kenyamanan buat hidup Anda. Sungguh mencintai bukanlah perkara mencari kecocokan, juga bukan minta dimengerti, tapi memberikan pengertian, maka keluasanmu memberikan pengertian adalah keindahanmu dalam mencintai.
Jika kau benar-benar mencintaiku, hanya ada satu hal yang kuminta: biarkan aku tetap menjadi diriku sendiri, apa adanya, karena sungguh aku takkan pernah bisa menjadi dirimu atau diri idolamu, seperti kamu yang tak mungkin bisa menjadi aku atau idolaku # Cinta dgn semangat Surat AL-Kafirun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar