Sabtu, 09 Juli 2011

Poligami Itu Halal tapi Meng-Euthanasia Istri Anda Jelas Haram

Jagalah hati... jangan kau nodai
Jagalah hati... lentera hidup ini
Jagalah istri... jangan poligami
Jagalah istri… teman dalam hidup ini...
Inilah status yang kemarin sore sempat saya komentari dari akun atas nama Landoke-ndoke, sepenggal lirik yang diplesetkan dari lagu yang pernah begitu fenomenal dari Ustadz Aa Gym ketika beliau angkat nama di belantika layar kaca nasional. Saya sekedar iseng melanjutkan syair di atas dengan sekenanya saja namun ternyata ada beberapa kawan facebooker yang menanggapinya serius, ah karena saya bukan Nabi Bachi atau Ustadz Iwan yang gemar bertarung argumen saya acuhkan saja mereka dan lagian tak elok rasanya bila saya yang masih hijau ini (pura-pura muda) berdebat tentang poligami dengan mereka yang sudah khatam seluk beluk dunia pernikahan. Biarlah saya bermonolog di blog ini saja sebagai media penyaluran inspirasi dan aspirasi saya secara pribadi.
Saya pikir sepenggal syair di atas cukup menohok bagi seorang Aa Gym ketika nama besarnya mulai secara perlahan tapi pasti menggeser posisi KH. Zainudin MZ sebagai Da'i terkondang, kasus poligami dan perceraiannya dengan teh Ninih istrinya yang selama ini mendampingi beliau dari titik nol hingga memiliki nama besar kemudian meruntuhkan menara keagungan beliau di mata publik, sukses menciderai sterilisasi figur beliau sebagai sosok Public Interest.
Yah poligami masih seperti hantu gentayangan yang sampai hari ini masih terus menjadi bahan perdebatan di berbagai forum dan media, seperti api dalam sekam yang selalu siap tersulut bila ada kasus-kasus panas lain lagi yang muncul ke permukaan. Ketika kasus Aa Gym ini mencuat, para suami di Sabang-Merauke pun senyum-senyum sumringah, seperti mendapat angin segar dan melihatnya sebagai karcis menuju jalan tol yang bisa membuatnya menerobos palang budaya peradaban pernikahan di Indonesia . Mereka seolah mendapat amunisi alibi tambahan sebagai perisai bahwa memang poligami itu dianjurkan oleh Islam. Berikut petikan wawancara La Heri dengan Nabi Bachi tentang pendapatnya mengenai konsep poligami.
Nabi Bachi, Apakah anda setuju dengan konsep poligami?
Yah saya sangat setuju karena memang tertulis jelas dalam Al-Qur'an 
"Kawinilah wanita yang kamu senangi dua, tiga atau empat (QS.4:3) "
Tapi bukankah pada ayat selanjutnya juga mengatakan bahwa  :
" Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (QS 4 : 29)
Oh iya memang saya juga bingung dengan dualisme surah ini, namun menurut saya poligami tetap halal karena itulah sunnah Rasul..! #sambil mengacungkan telunjuk tinggi-tinggi
Tapi bukankah Rasulullah SAW hanya menikahi satu orang saja gadis yang masih perawan dari seluruh istri-istrinya , selebihnya adalah janda-janda atau bahkan janda tua yang ditinggal mati suaminya dalam perang dengan tujuan mulia untuk menghindari fitnah serta menghidupi mereka secara finansial sedangkan hari ini yang terjadi bahwa yang menjadi istri-istri tambahan adalah para gadis-gadis muda belia ataupun sebahagian kecil lainnya para janda yang masih sintal, cantik mulus, ayu rupawan dan sebagian besar dari mereka bahkan ada yang mampu secara ekonomi. Lalu bila memang ingin menjalankan sunnah Rasul mengapa tidak sekalian mengikuti sunnah-sunnah nya dalam hal syariat beribadah yang lainnya seperti shalat-shalat sunnah, shalat lailnya yang sampai membuat telapak kaki beliau bengkak-bengkak, puasanya yang rutin dan lain-lain..Bukankah ini sama saja memilah-milah sunnah Rasul sesuai dengan kesenangan duniawi semata.  
Mmm..benar juga, tapi biar bagaimanapun poligami masih lebih baik daripada prostitusi yang jelas-jelas adalah sebuah zina.
Nah semakin jelaslah kemana arahnya mengapa sebagian para suami begitu gahar menyusun alibi tentang poligami ini, bukankah secara tidak langsung dari pernyataan anda bahwa poligami adalah sarana pemuasan nafsu syahwat. Nafsu syahwat sama seperti nafsu duniawi lainnya seperti mencuri, keserakahan akan materi dengan tindakan korupsi, atau nafsu membunuh semuanya memang harus ditekan sebagai penguji kadar keimanan seorang Muslim misalnya dengan jalan lebih mendekatkan diri padaNya atau rutin berpuasa sunnah sehingga poligami yang kontroversial tidak menjadi satu-satunya jalan pintas pemuasan masalah syahwat ini.  
Tapi bukankah juga kodratinya bahwa laki-laki itu maaf menurut saya memiliki syahwat yang lebih besar daripada wanita, jadi poligami sangatlah wajar saya pikir
Ah menurut saya sama saja hanya perbedaannya laki-laki lebih ekspresif sementara wanita memiliki kekuatan alam bawah sadar yang lebih baik dalam menekan urusan syahwat ini. 
Namun saya rasa faktanya jumlah wanita di dunia ini lebih banyak daripada laki-laki jadi bisa-bisa nanti ada wanita yang tidak kebagian jodoh dong..
Waduh anda ini seorang nabi tapi mengapa lupa tentang ayat bahwa manusia telah diciptakan berpasang-pasangan. Apakah anda mau membantah keabsahan ayat tersebut?
Saya sebenarnya bingung dengan anda ini, tadi katanya mau wawancara mengapa sekarang seperti menggurui saya yang seorang Nabi.  Sudah!! kalau begitu saya tidak mau diwawancarai lagi kalau seperti ini modelnya..#ngambek keluar ruangan sambil robek2 daun di pojok.
Baiklah daripada bingung memahami wawancara aneh di atas, mari kita mulai eksplorasi dari sumber polemik yang paling substantif yaitu tentang 2 ayat Al Qur'an di atas.
Secara kontekstual sebenarnya tujuan turunnya ayat ini spiritnya bukanlah untuk menambah tapi mengurangi / membatasi karena saat itu sebahagian besar para Arabian beristerikan hingga 7 orang atau bahkan lebih.
Sehingga tersirat pesan revolusioner Allah SWT melalui ayat ini yang secara persuasif ingin membatasi poligami di Arab pada masa itu sebab tak bisa dipungkiri bahwa poligami adalah budaya yang telah tumbuh di jazirah Arab sejak zaman pra Islam.

Dari penafsiran kedua ayat tersebut memang di satu sisi membolehkan namun pada ayat berikutnya jelas bahwa ada "syarat dan ketentuan berlaku" yaitu haruslah ADIL, sebuah syarat Maha Berat yang Allah sendiri menyangsikannya langsung bahwa akan sangat sulit seorang laki-laki untuk berbuat ADIL ini. Okelah secara hal-hal berbau materi yang terukur seperti finansial atau jadwal kunjungan mungkin adil masih dapat diterapkan namun tentang hal-hal yang immateri seperti perasaan atau CINTA apakah bisa mereka berlaku ADIL, adalah sangat munafik bila seorang manusia selain Rasulullah dapat menyamakan perlakuan terhadap istri pertama yang telah tua plus keriputan dengan istri muda yang masih segar, ranum dan mulus. Jadi jelas pesan akhirnya adalah akan jauh lebih baik ber-MONOGAMI, namun pun tanpa menghapus kemungkinan kondisi darurat dan tidak normal yang terjadi dalam suatu keadaan di suatu tempat  pada suatu zaman nanti.

Bila dikaji lebih dalam lagi sejatinya inti dari ajaran Islam itu adalah nilai-nilai Kebenaran Universal. Nilai-nilai moral Universal. Seperti sikap saling menghargai, tolong menolong, kasih mengasihi, berlaku adil dan seterusnya. Nilai-nilai inilah yang memungkinkan Islam itu bisa diterima oleh semua manusia dimana saja dan kapan saja. Nah, itulah yang dikatakan rahmatan lil alamin. Nilai-nilai Universal itulah yang menjadi rahamt bagi seisi alam.

Praktek poligami, itu bukan nilai-nilai Islam. Tapi itu adalah salah satu locus, atau salah satu wadah tempat penubuhan nilai-nilai. Bagaimana seorang muslim Arab bisa menerapkan nilai-nilai Universal Islam tadi, terutama dalam hal ini nilai-nilai keadilan, dalam menata rumah tangganya dengan sekian isterinya. Tapi jumlah isteri itu bukanlah nilai-nilai Islam. Cara pengelolaan isteri-isteri itulah yang menggunakan nilai-nilai Islam. Bisa adil tidak. Bisa jujur dan sportif tidak. Atau hanya pura-pura adil tapi di belakang main kucing-kucingan diantara semua isterinya dan sebagainya. Sikap pengelolaan inilah yang disebut ajaran Islam. Bukan jumlah isterinya.


Seperti itulah dimensi budaya yang terdapat dalam Al-Qur'an. Kisah-kisah budaya Arab yang dijadikan sebagai wadah untuk menyisipkan hikmah dibalik kisah tersebut. Jika tidak demikian, tidak ada kisah-kisah, contoh-contoh praktek nilai-nilai Islam pada suatu zaman dalam Al- Qur'an, maka Al-Qur'an isinya tentu akan menjadi hanya konsep-konsep abstrak seperti buku filsafat. Dan itu akan sulit dipahami oleh setiap lapis masyarakat di zaman Al-Qur'an itu diturunkan. Itulah sisi fleksibelitas wahyu. Dia seperti air yang dituang ke dalam gelas. Air adalah nilai-nilai Islam. Dan gelas adalah budaya tempat menampung nilai-nilainya. Karena itu nilai-nilai itu (wahyu) akan membaur dimana pun dia diturunkan. Ada pribumisasi nilai-nilai Islam dimana pun dia turun dan digunakan.

Sehingga singkatnya bahwa Poligami adalah sebuah contoh kasus dalam Al-Qur'an. Budayanya. Maka bukan poligaminya yang ditujukan untuk semua manusia di segala zaman. Tapi kisah poligami itu hanya untuk mencontohkan bagaimana Nabi menghadapi dan membina rumah tangganya. Apakah beliau menerapkan sifat adil dan sebagainya tidak untuk itu. Nah sikap Nabi dalam membina rumah tangga itulah yang akan ditiru. Bukan jumlah isterinya. Yang lucunya, jumlah isterinya ditiru tapi nilai-nilai Islamnya tidak ditiru. Apa itu tidak keliru namanya??

Oleh sebab itulah sering sekali saya tekankan dalam beberapa tulisan sebelumnya bahwa hidup ini bukanlah tentang tafsiran ayat per ayat tapi adalah bagaimana memaknai pesan holistik dari Al- Qur'an itu sendiri secara keseluruhan dalam dimensi kehidupan kita. 

Mari kita lanjutkan eksplorasi dari sudut pandang hakekat pernikahan. Bahwa sebagai seorang wanita maka kesiapan untuk menikah adalah berlaku umum hanya berdasarkan usia atau kematangan fungsi reproduksi  sementara bagi seorang pria variabel umur bukanlah variabel tunggal banyak syarat yang harus dipenuhi yaitu kesiapan sebagai seorang imam dalam keluarga nantinya sehingga idealnya kita harus memiliki bekal spritual, mental dan materi yang layak. Menjadi ironis ketika melihat kenyataan miris bahwa sebagian para suami-suami pemburu syahwat ini menjadi penjahat pemetik bunga yang menanamkan benihnya di mana-mana dengan hanya bermodalkan nafsu tebal namun berkantung tipis, hingga istri-istrinya saling cakar seperti kucing-kucing pasar dan anak-anaknya seperti anak ayam tanpa padi yang berserakan.

Dalih para fanatik poligami yang seolah meminjam stempel dan tanda tangan persetujuan dari Tuhan lewat ayat-ayat di atas dan sunnah Rasul yang mereka jadikan payung hukum pada kenyataannya murni hanya memandang dari perspektif  mereka sebagai laki-laki yang sebagian besar masih terbuai oleh "imajinasi sosial" mereka yang sebenarnya bias gender bahwa derajat mereka lebih tinggi, mereka adalah pemimpin dalam suatu hubungan, mereka lebih kuat dalam berbagai hal dari wanita, merekalah sang pengambil keputusan yang otoriter dengan menafikan sudut pandang perempuan yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai objek bahkan kalau boleh saya katakan sebagai objek pemuasan nafsu syahwat mereka. Wanita mana di belahan dunia ini yang hati dan perasaannya tidak terluka melihat suami yang ditemaninya berpuluh-puluh tahun dalam suka dan duka harus berbagi cinta dengan wanita lain apalagi lebih muda apalagi lebih cantik apalagi lebih seksi dan apalagi-apalagi lebih lainnya...Padahal Allah SWT jelas-jelas dalam Al-Qur'an begitu mengagungkan wanita sebagai mahluk yang patut dimuliakan dalam sebuah ikatan pernikahan.

Perlu dipahami bahwa wanita Arab cenderung lebih permisif dengan poligami ini karena merupakan sebuah budaya yang tidak dianggap tabu lagi di lingkungan kehidupannya. Sedang bagi para pria Arab dengan menilik pada pola konsumtif masyarakat di Arab sana yang high kolesterol menu maka tak usah heran bila urusan syahwat seperti mendapat perhatian ekstra bagi mereka.

Namun bila kita generalisasikan dengan kondisi wanita Indonesia hari ini yang telah tumbuh mengalami pubertas bersama semangat emansipasi, dengan spirit kesetaraan gender dan fanatisme terhadap paham eksistensialis feminisme maka tak usah heran bila poligami begitu diperangi oleh para Kartini Indonesia hari ini. Terlebih fenomena bahwa wanita-wanita Indonesia memiliki kecenderungan besar untuk memonopoli CINTA pasangannya atau bahkan hasrat untuk menguasai seluruh sendi pranata kehidupan pasangannya (ini dari pengalaman pribadi masa-masa ababil dahulu) maka semakin menderulah genderang perang terhadap poligami ini ditabuh. Sebab walaupun budaya poligami telah lama dikenal dan di-aminkan di Indonesia namun harus diakui poligami masih menjadi barang langka dan cenderung masih merupakan hal di luar dari mainstream budaya dalam kehidupan sosio-kultural bangsa kita.

Bila memang poligami adalah salah satu inti ajaran Islam saya pikir harus ada penambahan opsi untuk poligami di dalam janji pernikahan saat akad nikah. Adakah wanita yang bersedia untuk itu ???
Selanjutnya bahwa hakekat pernikahan adalah selain tujuan ibadah serta melindungi hak reproduksi wanita adalah juga sebagai perwujudan dogma sentral biologis manusia guna mempertahankan keberlangsungan spesiesnya dalam perannya sebagai khalifah di sepanjang umur bumi bukanlah sebagai legalitas syahwat semata.

Namun saya tidak mengatakan bahwa poligami itu haram tapi menilik dari hukum asalnya yang sunnah saya pikir bukankah berdasarkan hukum syariat juga dapat bergeser secara kontekstual yah itu tadi bila syarat dan ketentuannya tidak diberlakukan. Pada intinya poligami itu sifatnya dibolehkan bukan dianjurkan, terutama pada keadaan-keadaan darurat atau tidak normal seperti yang sebelumnya saya singgung misalnya karena isteri pertama tidak dapat memberikan keturunan atau kejadian seperti zaman Rasul terulang namun kembali harus sesuai dengan "syarat dan ketentuan" untuk Adil tersebut. 


Saya sendiri bila ditanya apakah mau atau tidak berpoligami ??? maka tanpa berpikir lagi kemana larinya Nazaruddin dan Nunun pasti saya akan jawab dengan lantang IYA tapi kembali harus dengan syarat maukah Nikita Willy, Medina Kamil dan Kim Tae Hee untuk dipoligami?kalau mereka ikhlas yah saya akan sangat sangat siap untuk berlaku ADIL.

Dan yang paling teraktual adalah kajian saya tentang poligami dari perspektif medis.
Bahwa poligami bisa menimbulkan derita dan luka bathin berkepanjangan bagi nurani kaum hawa yang dipoligami karena para suami poligamer akan selalu memiliki kecenderungan untuk pilih kasih dalam hal membagi cintanya, itu pasti !!
Logika sederhananya saja bila kita memelihara beberapa ekor ayam atau burung peliharaan pasti akan ada salah satu yang paling kita sayangi dan mendapat perlakuan khusus apalagi dalam kehidupan berumah tangga bersama beberapa orang isteri, kecenderungan untuk memperbandingkan dan menilai itu pasti akan selalu ada. Betuuulll??#Aa Gym mode On
Nah pada para isteri-isteri dengan luka bathin berkepanjangan ini sangat potensial menimbulkan stress, yang kemudian stress ini dapat menimbulkan peningkatanan pada produksi asam lambungnya, akibatnya bisa timbul penyakit maag dan bila kronis bisa menjadi tukak lambung atau bahkan ulkus peptikum (luka pada lambung).
Stress berkepanjangan secara kejiwaan bisa menimbulkan depresi mulai dari skala ringan hingga berat kemudian lebih parahnya lagi bahkan bisa sampai skizofrenia atau yang dikenal di awam sebagai orang gila.
Selanjutnya stress adalah salah satu faktor penyebab naiknya tekanan darah atau hipertensi, hipertensi pada stade yang lebih tinggi rentan menimbulkan gangguan jantung dan menjadi salah satu faktor resiko stroke.
Dan stroke serta gangguan jantung ini keduanya bila tidak ditangani secara cepat dan tepat hanya berjarak beberapa jam saja dari kematian..
Seperti itulah dampak sistemik dan multiorgannya Poligami..
Saya rasa IDI perlu mengeluarkan fatwa "haram" tentang poligami ini dari perspektif medis setelah mengkaji apa yang saya coba jabarkan di atas.
Jadi bagi para isteri bila anda mengizinkan suami anda untuk poligami itu sama halnya anda secara tidak sadar sedang melakukan euthanasia..


Makassar di Minggu pagi yang cerah...
Ryo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar