Kamis, 04 Agustus 2011
Malpraktik Masa Depan (serial Ultah)
Uring-uringan itulah kata yang pas tentang keadaanku setelah menyelesaikan hari terakhir berseragam putih abu-abu. Kemana kaki ini akan melangkah selanjutnya, tak ada lagi jenjang pendidikan wajib seperti sebelumnya, mau ikut teman-teman tapi bingung mau ikut yang mana??cita-citaku??masih ABU-ABU se-abu-abu warna celana seragam ini. Tak ada sedikitpun pembicaraan tentang masalah tersebut sebelumnya dengan orang tuaku yang sebenarnya masih memegang hak penuh akan keputusan-keputusan besar tentang hidupku. Tiba masa tiba akal...seperti itulah jadinya. Keputusan tentang masa depanku hanya ditentukan selama 5 menit di ruang tengah rumah kami, tak ada pilihan bantuan atau ask to audience bahkan phone the friend pun tidak. Palu telah diketok, aku harus masuk fakultas kedokteran dengan iming-iming tiket kelas 1 berangkat ke Makassar. Sungguh iming-iming yang tidak bermutu dan sama sekali tak pantas dijadikan iming-iming serta sungguh sebuah penentuan keputusan masa depan yang tak berkesan, tanpa cita rasa layaknya mengambil keputusan mau ke pasar lewat pelabuhan atau taman segitiga.. ujarku dalam bathin saat itu..
Fakultas Kedokteran???Oh my god...tak pernah terlintas sama sekali di benakku tentang jalur cita-cita ini. Terlebih setelah mengetahui bahwa rating FK adalah yang tertinggi dibanding fakultas-fakultas lainnya masih diperparah lagi dengan "gagap Biologi" nya saya selama di bangku sekolah, pikiran saya ketika itu adalah petani dan peternak sudah cukup banyak di daerah Jawa jadi buat apa belajar lagi Biologi, ketika pelajaran Biologi yang membosankan dan membuat ngantuk itu digelar di panggung kelas saya lebih senang mengambil posisi pada rantai makanan dalam rangka menunjang ciri-ciri manusia sebagai mahluk hidup dalam menghadapi seleksi alam dengan ke kantin dan makan mie siram 2 bungkus tak kurang dan boleh lebih.
Tak ada persiapan khusus seperti teman-teman lainnya yang sejak lama ngebut start dalam rangka menuju pagelaran SMPTN. Maka tak usah heran bila akhirnya entah bagaimana kronologisnya nama saya tidak tercantum di pengumuman kelulusan SMPTN tahun tersebut, entah dicoret secara tak sengaja entah panitia yang lupa entah pengumumannya salah cetak atau entah apalagi yang jelas saat itu pikiran positif yang hadir dalam benak saya adalah "Sudahlah mungkin universitas itu belum beruntung menerima calon mahasiswa terbaik di masa depan yang punya potensi mengharumkan almamaternya" ..Yah, saya memang orang yang selalu diliputi oleh aura pikiran positif kawan walaupun terkadang lebih sebagai mekanisme pembelaan ego yang sedikit narsis.
Tak apalah bukankah kata pepatah tak ada rotan akar pun jadi, tak ada akar maka tak akan ada padi dan bukankah tak ada padi maka kita akan kelaparan. Jadilah dengan berbagai bujuk rayu dan sejumlah kontrak politik plus perjanjian tidak tertulis dengan Bapak dan Mama, saya pun akhirnya mau mengikuti ujian masuk sebuah PTS masih dengan jurusan yang sama. Saya pun lulus, kelulusan yang patut disyukuri walaupun saya agak curiga sang pembuat soal ujian sepertinya sedang tidak mood atau mungkin juga sedikit tidak ikhlas dalam membuat soal, terbukti dengan 100 nomor soal yang dapat kami selesaikan hanya dalam waktu 45 menit persis waktu 1 babak dalam pertandingan sepakbola.
Saat masa orientasi sebagai mahasiswa baru saya pernah membuat murka segerombolan senior akibat menjawab kuesioner yang berisi pertanyaan "Alasan anda masuk di kampus ini !!" dengan jawaban lugu, polos, singkat, padat, jelas, lugas namun tajam sukses menyayat tajam bathin mereka sampai ke potongan terkecilnya.
"Karena tidak lulus SMPTN" . !!!
Sebuah jawaban paling aneh yang menjadi satu-satunya anomali ketika teman-teman seangkatan yang lainnya telah kompak dengan berbondong-bondong mengutip visi kampus kami sebagai jawaban mereka
" Sebab ingin Menjadi Mahasiwa Berilmu Amaliah dan Beramal Ilmiah" .
Ah indah nian jawaban mereka, sungguh romantis terdengar di telingaku, kalimat yang sampai hari ini terekam erat di setiap sel memoriku. Paling tidak menjadi sebuah tambahan alasan bahwa saya tidak salah memilih kampus. jreng jreng jreng....
Saya hanya mengikuti arus seperti seorang pengembara yang hanya mengikuti kemanapun kakinya melangkah tanpa tahu arah mata angin, tanpa peta dan kompas tak tahu sudah sejauh mana perjalanannya dan tanpa tahu pula tujuan akhir dari pengembaraannya ini. Hingga tak heran bila tak ada usaha sedikitpun untuk menambah kecepatan ayunan langkah kaki atau mencari jalan pintas yang memungkinkan. Yang ada lagi-lagi hanyalah sebuah pikiran positif
"Janganlah terlalu cepat melangkah dalam hidup karena anda akan kehilangan pemandangan-pemandangan indah di sekelilingmu "
Menjadi seorang dokter..mungkin inilah malpraktik terbesar dalam perencanaan masa depanku. Bagaimana tidak, untuk masuk saja susahnya minta ampun harus bersaing dengan ribuan otak-otak Einstein se-Indonesia, setelah lulus harus kuliah dan praktikum lab dari pagi hingga sore, terlebih saat coass stressornya meningkat berkilo-kilo megabyte, harus jaga, dinas, ditindas residen, hingga diterkam dokter spesialis, setelah lulus menjadi dokter masih harus ikut ujian kompetensi dan berbagai sertifikasi lainnya plus terus belajar meng-update ilmu kedokteran yang selalu berkembang setiap waktu dalam roda kedinamisan bertorsi tinggi seiring laju perkembangan IPTEK, bahkan tidak sampai disitu saja, ancaman malpraktik pun terus menghantui setelah terjun resmi ke lapangan. Sempat terpikir enaknya jadi dukun, tak perlu susah-susah belajar atau jaga dan dinas bertahun-tahun cukup hanya dengan bermodalkan segelas air atau sebuah mustika maka keping-keping rupiah pun mengalir deras ke kantung. bila pasien tidak sembuh atau ada kesalahan tetap aman dari tuntutan apapun. Oleh karena itu mungkin di masa depan perlu dipertimbangkan agar di setiap universitas dibuka pula FK (Fakultas Kedukunan)..
Apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur, bubur pun sudah menjadi lembek dan dingin, terpaksa dihangatkan dan tambah gula sedikit saja biar enak. Tidak ada pilihan kata lain yang bisa didengungkan di setiap sudut hati dan pikiran ini selain IKHLAS. Seperti itulah konsekuensi atas takdir yang telah saya pilih, saat pintu telah diketuk dan satu kaki saya sudah terlanjur melangkah di ambang pintu, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau saya harus masuk ke dalam sebab sadar atau tidak sadar saya sudah terseret cukup jauh dalam pusaran arus dunia kedokteran tersebut.
"Plan ur act then act ur plan...." "Do what u luv n luv what u do..."
Mungkin prinsip ideal setiap orang sukses di atas harus saya anut, saya hanya perlu membuat sketsa baru yang lebih jelas tentang perencanaan masa depan saya di dunia kedokteran ini dan mencoba menjalin hubungan cinta yang lebih dalam dengan profesi ini pula.
Saat ini saya sudah berada pada tahapan coass (dokter muda), saat di mana seorang sarjana kedokteran ditempa habis-habisan dengan dunia medis yang sebenarnya. Merupakan posisi terendah dalam hierarki pendidikan kedokteran di RS, sehingga tak heran dunia coass adalah dunia belajar sambil kerja rodi. Saat dimana kita menjadi tak ubahnya seperti lilin yang membakar diri sendiri demi untuk menerangi ruangan di sekeliling kita. Sebuah jabatan mulia memang murni tanpa pamrih, imbalannya hanyalah ilmu dan pengalaman. Namun seperti pemain sepakbola yang membutuhkan banyak pengalaman pertandingan untuk bisa menjadi pemain bintang profesional, seorang dokter juga idealnya harus menimba ilmu sebanyak-banyaknya di tahapan ini. Terlebih pada prakteknya kita tidak sedang berhadapan dengan sebuah bola tapi berhubungan dengan daging, darah, dan terutama nyawa manusia. Maka menurut saya dunia coass adalah seni dari pendidikan dokter itu sendiri, saat dimana kesalahan masih bisa dimaklumi sebagai kelalaian dibanding ketika titel dokter telah tersemat di depan nama saat itu tak ada ruang seinchi pun bagi sebuah kesalahan, sekali anda berbuat salah maka akan berpengaruh besar pada kehidupan pasien dan kehidupan anda sendiri. Apalagi mengingat semakin tajamnya nalar antena kritis pasien dewasa ini di tengah sistem informasi yang semakin mengglobal. Profesi dokter sama halnya posisi kiper dalam formasi sebuah tim sepakbola, ketika tim anda menang maka tak akan ada yang menoleh pada anda, namun ketika tim anda kebobolan maka sorotan terbesar ada pada wajah anda, sebagaimana seorang dokter, ketika pasien sembuh dengan baik tak ada reward khusus karena itu memang tugas anda namun sedikit saja kesalahan maka tudingan malpraktik menunggu anda di depan pintu.
Dari beberapa bagian yang terlewati, bagian ilmu saraf adalah bagian yang cukup meninggalkan kesan di hati dan pikiran saya. Setelah melewati perjuangan berdarah-darah selama 4 minggu mempelajari tentang otak dan kabel-kabelnya hari pengundian ujian pun tiba, saat itu saya dapat jatah "ujian tandem" (ujian bersama-sama), kali ini tandem berdua, dan yang menjadi pasangan tandem saya adalah seorang mahasiswi lulusan PTN yang menggagalkan saya saat SMPTN. Entah kenapa, coass wanita etnis tionghoa tersebut sangat senang ketika ditandemkan dengan saya, setelah saya selidiki ternyata setiap coass yang dari PTN tersebut memang selalu berdoa untuk ditandemkan dengan coass dari kampus kami dibanding dengan sesama kampusnya yang harus diakui memang rata-rata dianugerahi kecerdasan melimpah ruah, ah ternyata mereka begitu menganggap remeh almamater kami batinku dalam hati. Yang menjadi penguji adalah seorang dokter spesialis syaraf sekaligus tentara pangkat kapten lulusan Bali, konon katanya sang penguji tidak pernah memberi pertanyaan yang sama di setiap ujian sehingga praktis tak ada bocoran tentang kisi-kisi karakter pertanyaan ujiannya. Saat melapor sebelum ujian, sebuah kalimat sinis dari penguji begitu tajam menyilet serabut saraf paling sensitif di hati ini " Memang di kampus kamu buku-buku perpustakaannya kurang yah, kok setiap coass yang saya uji selalu menyerah tanpa syarat jauh berbeda sekali dengan coass-coass dari kampus dia ini (menunjuk tandemku) " , ujarnya, lengkap dengan medok khas Bali-nya plus senyum sinisnya, saya hanya bisa tersenyum kecut dan sang coass wanita yang kampusnya disanjung pun tersenyum manis. Ujian pun dijadwalkan besok jam 8 pagi teng.
Arrrggghh....ini jelas-jelas perang saudara-saudariku sebangsa dan setanah air, maka hari itu mungkin adalah satu-satunya hari dimana saya begitu belajar mati-matian, seluruh sel neuron menegang, jantung berdegup kencang memompa tanda laju adrenalin yang menggebu. Tak sadar saya belajar hingga larut malam, dini harinya pun saya shalat tahajjud dan berdoa penuh khusyu. Aaw aw aw tak pernah saya seserius ini sebelumnya dalam menghadapi ujian pemirsa, saat melangkahkan kaki keluar rumah pun saya berdoa pula, layaknya orang yang akan berangkat jihad. Saya berjanji pada diri sendiri atas nama almamater yang saya junjung tinggi, ujian kali ini adalah peperangan dan akan saya menangkan. ALLLAHU AKBAR...!!!
Ujian yang dilakukan di RS PELAMONIA (RS tentara) semakin menambah aroma perang ini, saat saya tiba di ruangan, lawan tandem saya sudah duduk tersenyum manis dengan bacaan buku tebal dan kacamata tebalnya. Kami dipersilahkan menunggu di kursi lobby, saat itu waktu terasa begitu lama beranjak, saya hanya duduk sambil memejamkan mata mencoba mengingat-ngingat semua apa yang telah dipelajari, walau sempat hampir saja tertidur akibat kantuk yang mencoba menyerang. Sedangkan di sudut lainnya tandem saya itu dengan begitu percaya diri membolak balik buku tebalnya, dengan sesekali mengangguk-angguk isyarat paham akan segala hal, pasti dalam hati ia berujar " dasar coass yang aneh orang mau ujian malah tidur ".
Tak ada sepatah kata pun atau kalimat basa basi yang terucap antara kami, karena selain memang saya adalah tipologi orang yang cenderung pasif bila bertemu orang baru juga ujian tandem sejatinya adalah ujian persaingan, sedikit saja perbedaan yang menonjol antara satu dan yang lainnya saat ujian nanti maka akan begitu mempengaruhi nilai akhir.
Waktu ujian pun tiba, kami dipanggil masuk ke dalam ruangan, dengan ucapan Basmallah saya melangkah dengan mantap. Setelah ujian skill pemeriksaan fisik langsung pada pasien, berikutnya adalah ujian teori, bertubi-tubi kami diserang dengan rudal-rudal pertanyaan seputar ilmu penyakit syaraf, namun dengan lincahnya pula kami berhasil menangkis dan menyelematkan diri dengan jawaban-jawaban nyaris sempurna, sang dokter pun tampak mulai kewalahan serta mulai kehabisan amunisi hingga akhirnya sang dokter mengeluarkan senjata pamungkasnya "pertanyaan logika" . Sang dokter tentara meminta jawaban-jawaban yang berbeda dari referensi atau pun buku-buku panduan lainnya, dimulai dari tandem saya, bibir mungilnya yang pada awalnya menari-nari lincah kini mulai terbata-bata bahkan lebih sering membisu dan gelagapan, tinggal menunggu waktu saja untuk tenggelam. Senyum manisnya yang sedari tadi menghias anggun di paras cantiknya tiba-tiba raib entah kemana, ia mulai gentar, nyalinya menciut, konsentrasinya membuyar dan kepercayaan dirinya memudar. Saya pun memanfaatkan momen ini dengan menyerobot pertanyaan-pertanyaan tersebut, tiba-tiba otak saya bekerja cepat mereproduksi kalimat-kalimat yang ada di buku dengan sudut pandang yang baru yang murni mengandalkan kemampuan berbahasa Indonesia dan nalar. Skak mat !!! ia mulai kewalahan bahkan untuk pertanyaan yang mudah sekalipun, tampaknya bendera putih sedikit lagi akan berkibar dari tangannya. Dan di sisi lain saya pun semakin agresif melahap setiap lemparan pertanyaan yang diberikan, bahkan jatahnya pun saya terkam tanpa ampun. "Kali ini anda salah memilih tandem ujian teman.." batinku sambil melirik pada coass wanita yang sudah merah padam wajahnya tersebut. seperti udang rebus yang dicat dengan tinta merah lalu dibungkus dengan kain merah.
Tepat kurang lebih 2 jam setelahnya ujian pun berakhir, saya keluar ruangan dengan senyum simpul menyambut terik matahari yang mulai meninggi. dalam kantung jas saya telah bertengger raport ujian dengan huruf balok A tercetak begitu megah dan angkuh di kolom ilmu penyakit Saraf. Dan tandem saya?wallahu'alam saya tidak sempat bertanya yang jelas mulai saat itu tak ada lagi senyum manisnya mulai dari keluar ruanggan bahkan saat berpapasan hingga hari ini. Serta buat pak dokter tentara, mudah-mudahan seterusnya anda tidak akan sinis lagi pada kawan-kawan sealmamaterku berikutnya yang mendapat undian ujian dengan bapak. Karena sumur mata air ilmu pengetahuan sejatinya dapat ditimba dari sudut mana saja tanpa memandang warna jas almamater yang dikenakan oleh sang penimba.
Tidak mudah untuk menjadi dokter dalam artian yang sebenarnya, kecerdasan tidak serta merta menjadi atribut terpenting dalam meraihnya tapi juga dibutuhkan ketekunan, ketepatan, ketelitian, kesabaran, keikhlasan dan ke-empati-an. Khususnya dua poin terakhir adalah properti mewah yang sudah sangat jarang ditemukan dalam diri para rekan-rekan sejawat yang berkarier hari ini. Saat dimana menurut saya profesi dokter dieksploitasi secara berlebihan pada satu sisi dalam hal ini adalah komersialisme profesi dokter, sehingga praktek dokter tak ubahnya hanyalah sebuah proses jual-beli jasa semata. Namun sedikit banyak hal ini juga dipengaruhi oleh sistem pelayanan kesehatan maupun sistem RS nasional hari ini yang sebagian besar "money n glory oriented". Padahal ke-empati-an idealnya menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap dokter. Perlu digaris bawahi kata empati ini bukan simpati atau mentari dan bukan pula XL apalagi M atau S karena tidak akan muat buat saya. Empati adalah dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien sedang simpati adalah ikut merasakan perasaan pasien, saat pasien menangis kita tidak perlu menangis cukup dapat merasakan kesedihan itu dengan demikian kita dapat memiliki suntikan moril lebih untuk berusaha lebih baik dalam upaya mengurangi beban kesedihan para pasien. Pasien adalah raja, tak ada pasien maka tak akan ada dokter, setiap pasien yang datang berobat artinya dia menaruh kepercayaan besar tentang hidupnya pada dokter tersebut, sehingga ketika dokter mampu mengerti apa yang dirasakan oleh pasien saat itu (empati) hubungan emosional sejati antara dokter-pasien pun dapat terjalin sebagaimana mestinya,Maka untuk seorang dokter jadilah yang nomor 1 sebab sungguh tak akan ada pasien yang mau menyerahkan urusan hidupnya pada no 2 atau no 3.
Saat ini bila ditanya lagi tentang cita-cita maka kemungkinan besar saya akan menjawab
" Ingin menjadi dokter saraf yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah "
Sebuah cita-cita yang sebenarnya baru terpikir dan terancang dalam benak saya pada saat membuat tulisan ini..seperti biasa tiba masa tiba akal...
Wassalam,
Makassar, 4 Juli 2011
Dini hari
Jumat, 29 Juli 2011
Disorientasi Pra Ramadhan
Malam ini di tengah distorsi hati yang tengah kalut oleh kebimbangan maha dahsyat, puluhan sms masuk ke ponselku bertalu-talu bak suara derap langkah gerombolan serdadu Romawi di medan perang, sampai membuat tenggorokan Maher Zain serak bernyanyi tanpa henti sebagai konsekuensi lagunya dijadikan nada dering sms masuk di hpku ini. Sms-sms bergenre Ramadhan yang panjangnya naudzubillah sampai 2-3 karakter pages panjangnya. Namun setelah saya baca sepintas semuanya, hmmmm...nothing special. Sms stereotipe yang seperti lagu jadul berulang-ulang dari tahun ke tahun, dengan pola diawali puisi atau pantun Ramadhan di awal dan diakhiri nama pengirim bersama keluarga di akhir. Sms yang saya yakin awalnya didapat dari teman lainnya kemudian di-edit dengan mengganti nama pengirim dengan namanya sendiri lalu di forward ke seluruh kerabat yang ada di daftar kontak handphonenya, lalu setelah terkirim dia pun asyik melanjutkan aktivitasnya tanpa perduli lagi dengan balasannya yang parahnya lagi pembalasnya pun adalah pengguna metode yang persis sama dengan dirinya.
Wah wah wah, semakin maju zaman dan teknologi kok semakin tergerus nilai-nilai sosial moral yang menjadi kebanggaan manusia sebagai mahluk paling mulia di muka bumi ini kawan. Bukankah teknologi harusnya bersifat mempermudah bukan menghilangkan nilai-nilai tersebut, sebuah evolusi silaturahmi digital era milenium yang mengkorosi nilai-nilai substantif dari Islam itu sendiri menurut saya. Urusan saling bermaaf-maafan sejatinya adalah sebuah hablumminannas yang sifatnya privasi/intim atau personal antar sesama umat Muslim, sebuah interaksi yang harusnya melibatkan hati dan hati. Bukan seperti interaksi antar robot copy paste yang tak ubahnya mesin penjawab pesan yang saling berkomunikasi tanpa makna tanpa arti..meaningless..hanya sebuah basa basi silaturahmi atau mengikuti tren dalam sebuah momentum. Pengirim dan penerima sama sekali tak merasa tersentuh ketika mengirim dan menerima atau membaca sms tersebut yang saking panjangnya yakin dan percaya sang penerima langsung ke baris terakhir melihat nama pengirimnya. Sebuah bentuk silaturahmi yang layaknya ritual semu belaka. Saya akan jauh lebih menghargai sms seperti ini
"Asslamu alaikum wr. wb. Hai Ryo gmn kabarnya hr ini? Oh iya kita kan berteman sudah terlalu lama nih sejak SD sampai hari ini , makanya lewat sms ini sy mau meminta maaf siapa tahu ada salah2 kata, ucap atau perbuatan sebelumnya, ayo kita saling bermaaf-maafan dan mari kita menyambut tamu agung bernama Ramadhan ini bersama-sama dengan penuh kebahagiaan, btw ngomong2 nnt kalau sempat kita berbuka, sahur dan taraweh barengan yuk"
Nah inilah yang saya katakan sebagai sebuah komunikasi personal yang intim antar sesama untuk saling maaf-memaafkan dan saling mengingatkan jelang bulan Ramadhan. Jelas pesan ini ditujukan kepada saya seorang diri tidak berlaku umum bagi orang lain juga. Coba bandingkan mana yang lebih menyentuh hati dengan sms seperti ini. :
" Walau tangan tak berjabat, wajah tak bertatap, izinkan tangan ini bersimpuh, memohon maaf lahir dan bathin jika ada perkataan yang tak sengaja, perbuatan yang tak terjaga dan hati yang berprasangka . Mari menyambut bulan suci Ramadhan tahun ini dengan senyuman bahagia. (Nikita Willy sekeluarga) "
Apakah ini berarti bahwa tradisi saling kirim sms pra lebaran tidak baik?
Atas nama silaturrahmi, apapun media yang digunakan tetap bernilai baik. Malah sangat dianjurkan, walau sampai menggunakan teknologi dan bahasa planet Yupiter sekalipun. Tapi dengan catatan inti silaturrahmi itu tidak boleh hilang, yaitu:
Saling menyapa dengan hati …
Apa artinya 1000 sms, tapi satu pun tidak ada yang menyentuh hati. Dan bila bicara soal hati, soal sentuhan, soal kesadaran, apalagi soal maaf memaafkan, MUTU jauh lebih berarti dibanding JUMLAH. Dua buah sms yang ditulis khusus dengan hati jauh lebih berarti dari 2000 sms copy paste dan forward-an.
Tidak ada maksud menggurui disini sedikitpun tidak, walaupun tulisan ini sebenarnya didasari oleh hape saya yang error akibat inbox penuh malam ini, tapi saya hanya mengajak kawan-kawan untuk berpikir dan merenungkan kembali setiap evolusi budaya yang terjadi di sekeliling kita hari ini.
"Marhaban Ya Ramadhan"
Marhaban memiliki arti yang kurang lebih sama dengan Ahlan wa Sahlan yaitu seruan selamat datang kepada "tamu" . Namun mengingat agung dan suci nya "tamu" yang dimaksud maka kata "Marhaban" yang sedikit lebih memiliki potensiasi makna digunakan khusus untuk menyambut Ramadhan ini. Selayaknya menyambut tamu agung dan sesuai dengan hadist Rasulullah tentang seruan untuk menyambut bulan Ramadhan dengan penuh kebahagiaan (dengan konsekuensi jasad kita haram hukumnya disentuh oleh api neraka) maka sangat wajar bila kita menyambut bulan penuh barokah ini dengan segala bentuk apresiasi wujud kebahagiaan dan juga saling mengingatkan antar sesama Muslim. Namun kembali kita harus memahami bahwa penyambutan bulan Ramadhan adalah persiapan penyambutan bukan saja dari "luar" namun yang jauh lebih esensial adalah dari "dalam".
Kenyataannya hari ini masyarakat kita begitu disibukkan oleh ritual-ritual sosial kolosal pra Ramadhan seperti sibuk membersihkan rumah, membeli pakaian muslim baru, sms-smsan copy paste forward-forwardan, status-status fb meminta maaf kepada semua teman-teman sepergaulan, sibuk kesana-kemari, pulang mudik, mengikuti tradisi-tradisi lokal yang sebenarnya lumayan menggerus kantung-kantung rupiah mereka apalagi dengan harga sembako yang semakin melonjak sebagai efek domino dari hal tersebut. Terbukti bahwa energi, atensi, emosi dan pundi-pundi mereka akhir-akhir ini terkuras oleh artefak-artefak budaya yang terbingkai dalam berbagai tradisi atau ritual lokal yang sejujurnya tidak tercantum dalam anatomi kepedomanan hidup setiap Muslim yaitu Al Qur'an dan Al Hadist . Tak ada yang salah memang selama seremonial-seremonial tersebut dianggap atau diniatkan sebagai sebuah wujud kebahagiaan menyambut bulan Ramadhan bukan sebagai sebuah kewajiban sosial atau mengikuti tren kemasyarakatan.
Padahal sejatinya persiapan dari "dalam" adalah hal yang jauh lebih urgensi sifatnya karena lebih bersentuhan langsung dengan kesadaran spritual terdalam setiap Muslim dalam hal optimalisasi dirinya sebagai hamba sekaligus Khalifah di muka bumi, pertama dan utama adalah sudah sejauh mana pemahaman kita tentang bulan Ramadhan berikut ibadah-ibadahnya karena sangat tidak mungkin bila kita menyambut "tamu" yang kita tidak ketahui secara jelas ciri-ciri fisik dan sifat-sifatnya. Tentang bagaimana kita mengintrospeksi diri kaitannya dengan keadaan grafik keimanan jelang bulan Ramadhan, tentang bagaimana merefleksi akselerasi ibadah Ramadhan kita dari tahun ke tahun, atau bagaimana kiat mengatur jadwal aktifitas kita nanti selama bulan Ramadhan, pendeknya adalah sedini mungkin mempersiapkan bekal dengan jalan menanam benih-benih kebajikan di ladang jiwa ini atau dengan kata lain mempersiapkan amunisi sebanyak-banyaknya dan bagaimana memperkokoh perisai tembok baja keimanan kita dalam menghadapi bulan peperangan mega akbar antar umat Muslim dan musuh terbesarnya yaitu hawa nafsunya sehingga dengan amunisi yang cukup diharapkan kita dapat menghidupkan setiap malam di bulan suci Ramadhan guna menjadi top skorer dalam pesta bonus spiritual (pahala) di bulan sejuta kharomah ini, sebuah ajang mega promo obral pahala sebesar-besarnya yang khusus dihadirkan oleh Allah SWT sekali dalam setahun.
Hingga Ramadhan bagi umat Muslim tidak hanya dimaknai oleh orang-orang dari luar Islam sebagai karnaval religiusitas atau arak-arakan sosial semata. Sebab sungguh Ramadhan adalah medan waktu penempaan diri.
Diri yang selalu gonjang ganjing ditarik-tarik oleh kuda liar yang bernama nafsu. Bulan training spiritual secara keroyokan. Dengan ekstra ketat, agar secara psikologis, semuanya saling termotivasi dan terinspirasi sehingga tujuan akhirnya adalah ketika kita semua telah diwisuda dengan gelar akademik TAKWA tersemat di qalbu masing-masing. Dengan harapan, hasilnya terlihat di bulan sesudah Ramadhan.
Wassalam..
Makassar, 29 Juli 2011
Ryo
Saat Otak Kiri Meninggalkan Otak Kanan (serial ultah)
Untuk apa bersekolah di SD, SMP dan SMA itu kawan? Dulu pertanyaan ini tak pernah terbersit sedikitpun dalam benakku. Yang kuingat saat itu adalah aku harus bersekolah karena memang sudah seperti itu yang berlaku di khalayak umum sebagai sebuah hierarki system pendidikan nasional, bahwa seorang anak harus bersekolah di SD, setelah tamat lanjut ke SLTP dan kemudian duduk di bangku SMA setelahnya. Sebab teman-teman sebayaku melakukan hal yang sama, karena orang tua pun menyuruhku seperti itu.
Untuk ukuran anak yang hanya bersekolah sebagai sebuah kewajiban atas dasar asas ikut-ikutan tak heran aku pun terkesan santai mencumbui setiap mata pelajaran dari tahun ke tahunnya, satu-satunya yang dapat memompa laju adrenalin niat belajarku adalah “aroma kompetisi” di dalam kelas, entah bagaimana awalnya aku menjadi seorang penggila kompetisi tapi sayangnya aku bukanlah orang yang cukup ambisius untuk seorang kompetitor, tak pernah aku mengeluarkan seluruh daya dan upayaku untuk bersaing. Kembali, aku adalah seorang kompetitor santai. Tak heran ranking 1 pun tak pernah aku jamah selama merintis karier di dunia pendidikan wajib 12 tahun. Tak ada kecewa, tak ada sesal di setiap pembagian raport karena aku tahu memang itulah harga yang pantas untuk usahaku yang setengah-setengah. Akh, aku memang seorang kompetitor yang aneh kawan.
Kata orang tuaku, aku adalah anak yang sangat tidak merepotkan selama sekolah. Aku bukanlah anak yang tiap hari disuguhi pertanyaan “Dapat berapa tadi Nak di sekolah, bagaimana pelajarannya hari ini apa ada kesulitan?” Atau “Ada PR nda besok Nak?”. Pertanyaan dari Mama hanya ada dua, selalu stereotype dari tahun ke tahun mulai SD hingga hari ini “Sudah ulangan/ujian?” “Dapat ranking berapa?” atau sekarang setelah kuliah “Dapat nilai apa?” . Yah, orang tua yang begitu pragmatis menurutku..hehe..but u are still the best Mom. Aku tahu walaupun sering dengan terang-terangan mengemukakan ketidakpuasannya ketika menerima raportku, Mama selalu bangga padaku dengan sembunyi-sembunyi. “Apa ini, dari dulu ranking # (sensor) atau # (sensor lagi) saja, masa dikalahkan terus sama perempuan, tidak ada malu-malumukah, berhenti saja sekolah kalau begitu terus”
Saya : “ Biar saja, daripada mama tidak pernah dapat ranking dulu waktu sekolah !!! weks..(lari ke teras rumah, pura-pura sibuk padahal karena tidak mau tidur siang)
Saya : “ Biar saja, daripada mama tidak pernah dapat ranking dulu waktu sekolah !!! weks..(lari ke teras rumah, pura-pura sibuk padahal karena tidak mau tidur siang)
Mungkin satu-satunya pelajaran yang membuat urat leher seluruh orang rumah menegang adalah pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (KTK), inilah musuh abadiku selama duduk di bangku sekolah hingga hari ini. Saat ada tugas atau PR KTK, maka bersiap-siaplah seluruh orang rumah disibukkan, karena jangan harap saya akan mengerjakannya sendiri dan jangan harap pula saya akan ke sekolah bila tugas tersebut hasilnya tidak sesuai harapan. Saya sempat terpikir, mungkin Tuhan entah sengaja atau tidak lupa menambahkan atribut “sense of art” dalam gen saya ketika dilahirkan ke dunia ini, atau mungkin juga saya tidak hadir saat pembagian atribut ini di langit yah..entahlah..yang jelas saya adalah seorang yang “alergi seni”. Sebuah bukti nyata bahwa otak kanan saya jauh tertinggal dari otak kiri, sangat amat jauh malah. Untung saja hal ini tidak tampak dari luar, kan jd aneh kalau tengkorak sebelah kiri saya lebih maju ke depan atau membesar dibanding yang kanan..
Kemudian saat duduk di bangku SMA, hal aneh lainnya adalah kegilaan obsesif kompulsifku pada sepakbola semakin menjadi-jadi. Wadah pikiranku terisi penuh oleh segala tetek bengek sepakbola berikut derivasinya seperti video game bola, tabloid bola, hingga poster-posternya pun dengan sempurna menjadi orchestra tunggal dalam hidupku saat itu. Sementara saat itu teman-teman sekelasku mulai mengenal sebuah vitamin hidup bernama VIT.C (CINTA) yang merupakan anti oksidan murah dan mudah didapatkan di usia pubertas, vit C sangat dianjurkan untuk mencegah berbagai penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus-virus hati. Tapi hati-hati overvitaminosis vit. C ini, karena dapat mengganggu fungsi kerja otak kawan.
Dalam keseharian masa-masa SMA tanpa alasan yang jelas saya hanya tertarik untuk berpoligami dengan pelajaran Fisika dan Bahasa Indonesia, entah kenapa dua pelajaran ini begitu menghipnotis darah mudaku yang sedang mencapai titik didihnya. Ada sensasi tersendiri saat mengurai gaya yang bekerja pada suatu benda, membuat rumus turunannya, dan mengkonversi satuan-satuannya. Saat itu saya merasa menjadi seperti seorang detektiv yang berusaha menemukan pelaku dari fakta-fakta yang diketahui dan prosedur empirik. Tanpa sadar saya telah mengurai hukum-hukum alam Tuhan, mengkode sandi jagad raya yang Maha Luas dan sunatullah-Nya masing-masing. Lalu ada perasaan yang berbeda ketika bermain kata dalam bahasa Indonesia, saya seperti menemukan inner beauty dari sebuah sastra yang tertuang pada gravitasi makna dari setiap majas dan perumpaan yang digunakan.
Di saat yang sama teman-temanku saat itu mulai semakin gencar berbicara tentang cita-cita, tentang niat mereka melanjutkan studi di universitas-universitas terkemuka di Indonesia, SAYA?? Tak tahu apa-apa. Nama Universitas saja asing bagiku, apalagi jurusan-jurusannya. Bahkan prosedur SMPTN pun baru aku ketahui ketika kelas 3 SMA, bahwa ternyata untuk masuk sebuah universitas itu harus mengikuti tes ujian nasional yang susahnya naudzubillah. Pantas saja sahabat-sahabat karibku yang kutu buku semakin berkembang biak, bertelur dan mengkutui buku-bukunya, tak pernah lepas dari contoh-contoh soal SMPTN dan UAN, sejauh mata memandang di dalam kelas semua orang tertunduk membaca dengan jidat mengkerut 7 susun tak kurang dan tak lebih. Satu-satunya cita-cita yang pernah terkilas dalam benakku adalah saya hanya ingin menjadi seperti Bapak. Yah, dialah my superhero, he is my role mode..Berharap dapat berjalan menyusuri setiap jengkal jejak langkahnya
Ternyata inilah puncak dari seluruh euphoria 12 tahun dalam keriangan intelegensia, menggumuli pelajaran demi pelajaran, level demi level dalam tatanan system pendidikan nasional. Keseluruhannya adalah sebuah proses dalam rangka menggapai cita-cita masing-masing, adalah sebuah batu pijak setiap anak dan remaja dalam mengejar mimpi-mimpinya. Ketika memasuki area perkuliahan maka masing-masing dari kita telah terkotak-terkotak dalam jalur merintis impian masing-masing, saat dimana kita memulai fase kedua dalam kehidupan.
Sebagian orang bermimpi besar, mempercayai mimpinya tersebut, melakukan penciptaan imajinasi yang luar biasa sebagai seorang manusia. Hidup dengan impian yang bermakna, tetapi sedikit pun tidak bekerja keras untuk impiannya tersebut. Mereka tak lain hanyalah pembual nomor satu bagi dirinya sendiri. Sedang sebagian lainnya bekerja keras setiap hari dengan peluh, luka dan lelah yang terus ada, tetapi tanpa impian yang mampu membakar bara api semangat dalam setiap langkah, nafas dan penglihatan mereka, bergerak lelah, berkeringat tanpa makna. Mereka mungkin adalah idiot nomor satu bagi dunia.
Dan malam ini di saat angin sepoi begitu gigil menyapa keheningan malam, di kursi ini, di depan monitor ini sedang duduk mengetik dengan jari-jari yang menari lincah di atas keyboard seorang anak manusia “PEMBUAL IDIOT “ nomor satu di dunia…!!!
Dan malam ini di saat angin sepoi begitu gigil menyapa keheningan malam, di kursi ini, di depan monitor ini sedang duduk mengetik dengan jari-jari yang menari lincah di atas keyboard seorang anak manusia “PEMBUAL IDIOT “ nomor satu di dunia…!!!
Senin, 18 Juli 2011
Ulang Tahun = Anamnesa +Diagnosa+Prognosa+Terapi
Dini hari, 24 tahun yang lalu saya yakin seorang wanita nomor satu dalam hidup saya sedang berjuang antara hidup dan mati, sedang bertarung dengan sebuah rasa sakit maha dahsyat, perih tak terkira.
Sedang di luar ruangan sana dengan keyakinan yang sama pula, seorang laki-laki paruh baya saya pastikan sedang duduk termenung ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok, kombinasi yang merupakan istri kedua bagi sebagian para suami di dunia, sebagai teman kerja, sahabat di malam hari sekaligus obat anti stres paling mujarab.
Namun detik itu tegukan kopinya tak akan senikmat malam-malam sebelumnya, kepulan asap rokoknya pun seakan lebih tebal dari biasanya, tampak jelas kegelisahan dan kecemasan sedang menjajah hampir seluruh raut wajahnya.
Hanya karena satu hal, menunggu sebuah tangisan, tangisan dari seorang bayi, anak pertama mereka.
Tangisan yang akhirnya memecah kesenduan shubuh hari, entah setelah teriakan rasa sakit yang keberapa dari wanita itu, entah setelah cangkir kopi ke berapa dan entah setelah puntung rokok yang ke berapa dari laki-laki paruh baya itu, yang pasti saya lahir sesaat sebelum adzan shubuh kata bu bidan yang merupakan seorang ibu kandung kedua bagi saya.
Huuuuuffftt....24 tahun sudah..tak terasa..namun sampai saat ini rasa sakit dan rasa gelisah di shubuh hari itu belum sedikitpun terbayar oleh saya..belum..bahkan secuilpun pun tidak..
Maafkan saya, anak laki-lakimu ini tak ubahnya masih seperti sampah, tak berdaya guna sama sekali..bahkan sampah yang bau dan menjijikkan itu masih lebih terhormat karena masih punya kesempatan untuk dimanfaatkan dengan daur ulang.
Tapi jauh di kedalaman palung hati ini, masih berkibar kobaran api harapan untuk membayar lunas semua "utang-utang" itu. Yah anakmu ini akan berjuang untuk semuanya..saya berjanji..hidup adalah perjuangan, Insya Allah akan saya menangkan..
Tidak ada masa paling khidmat untuk menggali kembali kenangan masa lalu, membuka kembali album sejarah hidup lembar demi lembar selain di malam saat peringatan hari kelahiran kita.
Saat saya memejamkan mata, satu demi satu dokumentasi hidup yang tersimpan di memory ini berbaris rapi dan menunggu giliran tayang.
Ananto Suarbhakti,
Dengan nama itulah saya terlahir. Nama yang selalu membuat kerutan di jidat guru-guru setiap kali mengabsen, sepanjang karir saya di dunia pendidikan. Namun saya menikmatinya, menganggapnya sebagai anugerah karena bukanlah nama pasaran yang jamak kita temukan di pasar-pasar tradisional, setidaknya saya tidak terlahir dengan nama -udin di belakang sebab sampai matipun saya tidak akan rela nama saya dicatut dan dijadikan lagu oleh orang lain atas alasan komersil.
Lalu pertanyaan lanjutan yang paling sering muncul tentang nama saya, darimana nama RiO itu?
saya pernah menjelaskan tentang hubungan tidak lazim antara nama panjang dan nama panggilan saya ini pada seorang asisten biokimia yang cantik rupawan baik hati bijak bestari waktu zaman kuliah dulu. Saya tulislah nama saya dengan besar-besar huruf kapital semua di sebuah kertas ANANTO SUAR BHAKTI kemudian saya lingkari huruf R dari akhir frase SUAR, I dari frase akhir BHAKTI serta O dari akhir frase ANANTO. Setelah berpikir sesaat, dia pun tersenyum manis..manis sekali.."kalau begitu mulai sekarang saya panggil kamu ORI nah" !! saya : #gubrak...untung saja kakak cantik ini tidak cadel, hampirmi sedikit lagi jadi bahan pelumas namaku..
Sejatinya, nama Rio berasal dari nama kapal motor (KM) Ariyo yang ditumpangi oleh bapak dari Kendari beberapa jam sebelum kelahiran saya.
Dari penuturan mereka yang mengasuh ketika kecil, saya adalah bayi dan balita yang kuat makan dan minum susu, sejak mengetahui hal itu saya tak pernah lagi bertanya dalam hati mengapa kalau makan indomie bisa sampai 4 bungkus plus 2 telur rebus, tak lagi heran mengapa kalau minum air es standar minimalnya adalah 2 gelas penuh, dan tak lagi bingung mengapa KMS saya waktu bayi grafiknya seperti pendakian jembatan beli hingga melewati garis tertingginya. Sebuah piagam 20 besar lomba foto bayi sehat itupun jadi sertifikasi yang membenarkan fakta ini, memang nafsu makan saya tinggi sejak kecil tapi tolong dibedakan yah, sekali lagi hanya nafsu makan yang tinggi bukan rakus..mmmm...sedikit ji..haha..
Tapi untuk kesekian kalinya saya anggap ini sebagai anugerah, badan saya jadi tumbuh subur, jarang sakit dan alhamdulillah selalu segar. Ingat pepatah Yunani Kuno..Men sana in corpore sano..yang kurang lebih artinya "Di dalam badan yang besar ada otak dan hati yang besar pula" ... hehe
Saya ingat semasa TK, punya hobi yang tidak wajar untuk ukuran anak berumur 4 tahun. suka menjodoh-jodohkan sesama anak tinggal di rumah atau om-om saya yang masih bujang dengan tante-tante saya yang masih lajang. Sampai mereka sangat sering bilang begini "Heh.. la ryo ini tanda-tanda orang cepat kawin nanti" (syukur alhamdulillah saat itu tidak ada malaikat yang sedang lewat, makanya ucapan mereka tak jadi kenyataan). Saya sebenarnya benci mengatakan ini, namun memang benar kodrat laki-laki adalah memiliki naluri petualang dalam hal cinta sedang wanita mau tidak mau menjadi objek petualangan tersebut. Maka tak perlu heran dengan adagium " Seorang lelaki semakin kaya semakin nakal sedang sebaliknya seorang wanita semakin nakal semakin kaya ."
Hukum alam tertulis seperti itu, laki-laki memilih atau mencari sedang wanita dipilih dan dicari.
Ironisnya kenyataan hari ini sebagian kaum wanita salah mengartikan spirit emansipasi dan kesetaraan gender dari paham eksistensialis feminisme hingga timbul ketimpangan-ketimpangan tentang kodrat kewanitaannya terutama dalam hal tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan istri. Begitupula sebaliknya dari golongan Adam banyak pula yang terbuai oleh sebuah "imajinasi sosial" turun temurun yang bias gender. Bahwa wanita adalah seorang laki-laki yang tidak lengkap, wanita dalam segala hal terbelakang, tidak memiliki kesanggupan untuk berpikir dan berefleksi..posisinya ada diantara laki-laki dewasa yang merupakan manusia sesungguhnya dan anak-anak hingga pada akhirnya wanita diciptakan sebagai mesin pencetak keturunan. Pendapat-pendapat ini sejak zaman dahulu kala sukses mencetak biru persepsi laki-laki terhadap wanita, ditambah lagi dengan penyalahartian tentang dogma agama bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin keluarga maka sempurnalah hegemoni kaum adam atas kaum hawa bahwa mereka unggul segala-galanya dan memiliki kekuasaan absolut otoriter terhadap wanita. Hingga terkesan para lelaki cenderung membatasi ruang gerak wanita dalam pergerakan roda zaman sampai akhirnya mereka termaginalkan dalam peradaban.
Padahal pada kenyataannya wanita adalah mahluk yang begitu dimuliakan oleh Allah SWT sebagai perhiasan dunia. Anda salah besar bila menganggap wanita adalah sosok yang lemah karena sesungguhnya dia adalah mahluk yang kuat..sangat kuat malah, namun kekuatan mahadahsyat itu seringkali terselimuti oleh tembok tinggi ego dan perasaannya. Wanita dan pria adalah mahluk yang saling melengkapi, saling membutuhkan satu sama lain, dan murni memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Demokrasi dan HAM tak akan sempurna berjalan bila infeksi bias gender ini terus merajalela. Keywordnya adalah pemahaman tentang makna keadilan dalam gender yang diusung oleh Kartini sang maestro emansipasi. Bahwa keadilan tidak mesti sama, adil menurut konteks dan porsinya adalah keadilan yang hakiki.
Wah saking berapi-apinya saya lupa kalau sedang menulis tentang ultah bukan tentang gender.
Sebenarnya lebih karena saya adalah penentang keras dari KDRT, terutama kekerasan pada kaum wanita.
Sebab sejak kecil saya paling tidak suka disentuh oleh yang namanya kekerasan terkecuali oleh kedua orang tua saya karena mereka memang memiliki hak otonom penuh atas itu tapi saya tahu itu adalah bagian dari proses pendidikan sama sekali jauh dari KDRT.
Saya ingat bila berbuat sebuah kesalahan yang membuat sebagian rambut mama berdiri (ini adalah secret plus emergency code agar saya harus lari karena yang bersangkutan sedang diamuk amarah level tertinggi), maka bapak akan memanggil nama saya dengan pelan namun tegas dan penuh wibawa, kemudian sesaat saya didudukkan di pangkuannya, rambut saya dibelai dan dia akan berkata "coba ambil kayu-kayu kecil dulu di luar". Maka dengan gagah berani bak seorang pahlawan walaupun masih berceceran air mata dan warna merah di pangkal paha hasil prakarya kesenian tangan (baca ; mencubit) dari mama yang masih begitu menyilaukan mata, saya tetap berjalan ringkih disertai sesenggukan mencari kayu terbesar yang ada di halaman, ini adalah ide brilian yang telah mengalami riset penelitian dan telah disimulasikan berpuluh-puluh kali dengan tingkat akurasi 100%. Sebab dengan kayu besar maka beliau hanya akan tega memukul sekali itupun tidak keras hanya sekenanya saja sedang bila dengan kayu kecil pukulannya bisa sampai 10 kali dengan ayunan sekuat tenaga menyaingi smash 1000watt Haryanto Arbi. Ahh..sulit percaya seumur itu saya sudah punya bakat licik yang cerdas luar biasa kawan.
Oh iya hampir lupa, tersangka utama yang sering membuat saya dipukuli dengan kayu ini tak lain dan tak bukan adalah "tidur siang". Yah dialah pekerjaan paling membetekan di seluruh dunia buat saya pada masa itu, dialah musuh terbesar dalam hidupku saat itu, perampas nafsu bermainku sekaligus perampok naluri hiperaktif masa kanak-kanakku..Maap maap saya terbawa emosi..#nafas memburu mata melotot kedua tangan mengepal (lha mengetiknya pake apa??)
Mungkin masih terlalu banyak kisah masa kecil saya yang unik dan menarik dari sejarah hidup ini namun saya sudah sangat mengantuk, hari yang lumayan berat buat saya. Di lain waktu saya akan menceritakan sisanya.
Bicara ulang tahun maka kita bicara tentang hal kelahiran dan kematian sekaligus bak dua sisi mata uang yang berlawanan namun selalu berdekatan. Hakekat ulang tahun adalah tentang peringatan simbolik hari kelahiran namun juga sekaligus pesan tersirat akan pentingnya mengingat kematian. Hari peringatan di mana pertama kali kita melihat indah dan nikmatnya dunia fana ini, hari dimana kita mengingat apa saja yang telah diperbuat sejak satu tahun yang lalu pada peringatan di tanggal yang sama serta hari dimana kesadaran nurani terdalam kita tersentuh bahwa umur kita di dunia telah bertambah sekaligus berkurang. Sebab sungguh kematian mengajarkan makna bersyukur yang menurut saya jauh melebihi kelahiran itu sendiri.
Maka nilai moral dari ulang tahun itu sendiri adalah memaknai perjalanan waktu, perjalanan hidup, mensyukuri segala nikmat dan refleksi serta resolusi diri.
Seperti menaiki tangga, setiap anak tangga yang dipijak, mungkin kita perlu menoleh ke bawah melihat sudah setinggi apa kita bergerak naik sembari mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menapaki anak tangga yang selanjutnya. Dan ingat pada prosesnya, ketika akan menapakkan kaki jangan terlalu lama memandang ke bawah dan janganlah pula terlalu lama memandang ke atas atau dengan kata lain jangan terlalu mengkhawatirkan akan setinggi apa ujung dari tangga ini karena kedua hal itu hanya akan membuat konsentrasi anda terganggu hingga akhirnya anda bisa terjatuh tanpa sadar. Tataplah anak tangga yang sekarang, lakukan pijakan yang terbaik. Artinya lakukan segalanya hari ini dengan sebaik-baiknya, jangan terlalu menyesali masa lalu dan jangan pula terlalu mengkhawatirkan masa depan kawan bila kalian tidak ingin kehilangan masa kini dan anda tidak hidup di masa lalu karena anda hidup di masa kini serta untuk masa depan...masa depan itu untuk direncanakan bukan dikhawatirkan dan masa lalu untuk dipelajari bukan untuk disesali.
Bahwa masa depan bukanlah hanya ketika kita berkarier, sukses dan menjadi tua namun jauh hingga masa setelah itu, setelah meninggal dan kemudian hidup di alam lain, semuanya adalah masa depan kita.
Saat ini adalah saat paling monumental bagi saya pribadi untuk memanjatkan syukur kepada Tuhanku Allah SWT yang telah meridhoi umurku hingga sejauh ini atas segala nikmatnya yang bak mata air tiada henti derasnya mengalir.
FABIAYYI' ALA IROBBHIKUMA TUKADZIBAN...
"Dan nikmat Allah yang manakah yang engkau dustakan"
Singkatnya saya ingin berterima kasih yang sebesar-besanya kepada seluruh orang-orang terdekat dalam kehidupan saya terkhusus kedua orang tua saya yang selalu punya gaya khas dalam mendidik dan membesarkan saya. Saya banyak belajar dari kalian semoga saya dapat berjalan di belakang kalian mengikuti jejak-jejak kesuksesan itu..suatu saat nanti...
Kepada para sahabat-sahabat terbaikku, saya ada untuk kalian. Ingat kita adalah laskar pembunuh malam, dan tolong kalian rajin-rajinlah latihan main PS yang lebih giat lagi, terus update ilmu kalian, saya ingin suatu saat nanti ada yang bisa meneruskan tongkat estafet raja PS ini, jujur terkadang saya bosan selalu berada di tahta teratas. saya sering jengah dipanggil Big Boss hanya gara-gara tak ada yang pernah mengalahkanku, mencetak gol pun sulit. haha.. #lebay
Di relung hati yang terdalam nama-nama kalian adalah gugusan bintang yang selalu mengelilingiku dan membagi sinar terangnya bahkan di saat aku nyaris padam tak bercahaya. Darah dan gen kita mungkin berbeda-beda namun ikatan emosional ini lebih dari sebuah keluarga. Untuk selamanya...dalam suka..dalam duka...kita tetap bersaudara..
Untuk orang-orang terkasih yang pernah menjamah hati ini, terima kasih telah mendampingi hari-hariku, mewarnainya dengan beragarm warna, corak dan motif, tak bisa dipungkiri kedewasaanku tumbuh bersama kalian, taman cinta pernah begitu semerbak mekar di hati masing-masing dari kita, cinta yang kutahu sangat besar bahkan jauh melebihi usiaku saat ini. Mungkin saya bukanlah laki-laki terbaik buat kalian namun saya yakin ketika anda mendengar kata CINTA diucapkan di suatu tempat di lain waktu dan oleh orang lain maka nama yang pertama kali akan kalian ingat yaitu "RYO" .
Hidup di antara cinta kalian adalah anugerah terindah yang membuat hidup lebih hidup, ketakutan menjadi kekuatan, keraguan menjadi keyakinan dan impian menjadi kenyataan. Seperti sore yang menutup tirai siang, menyambut datangnya malam, seperti pagi yang menyibak tirai malam menyambut hari baru yang datang, seperti itulah dinamisasi roda cinta bergerak, mengubah, memenuhi dan memperbaiki segalanya.
Love makes me stronger..
Aku berani mencintai dan mencintai dengan berani . ("2")
Dari sudut pandang saya sebagai lelaki pada umumnya wajar bila saya menganggap segala hal dalam hidup adalah tentang kalah dan menang. Sekali lagi hidup adalah perjuangan..maka berjuanglah..dan saya adalah seorang pembenci kekalahan..
Namunpun tak semua hal dalam hidup saya ini berjalan sesuai keinginan saya, tapi saya tak pernah menganggap diri kalah karena saya yakin semua ini bukanlah hasil akhir. Perang ini bahkan baru saja dimulai Jenderal..!!!
Hanya laki-laki pecundang sejati yang berharap hidupnya sempurna sesuai keinginannya..Karena hidup ini adalah juga sebuah peperangan maka menangkanlah .. !!!
Pada prinsipnya momentum ulang tahun adalah ajang meng-anamnesa diri sendiri, mendiagnosa dan membuat prognosis hidup serta self therapy. Tehnik anamnesa yang baik dan benar adalah mendetail serta merunut flash back ke belakang berdasarkan alur waktu inilah yang disebut sebagai me-refleksi diri, setelah itu men-diagnosa adalah tentang menentukan level atau tahapan yang telah tercapai hari ini, lalu membuat prognosis dengan menganalisa segala kemungkinan untuk kemudian terakhir, menyusun rencana terapi yang merupakan proposal tahunan perbaikan masa depan yang akan kembali diajukan ke langit sebagai sebuah resolusi hidup.
Makassar 19 Juli 2011
Dini hari
Malam ini engkau telah mencuri kedamaian malamku dengan caramu
Senyumanmu menjajah hatiku begitu hebatnya
Hingga menutup keran inspirasiku
Lihatlah alur dari tulisan ini yang kacau balau
Tanda pikiranku berlarian kesana kemari karenamu
Engkau bertanggung jawab penuh atas semua ini
Engkau pantas dihukum atas kejahatan berencana ini
Engkau harus dijebloskan ke penjara...
Tak ada tawar menawar..
Palu hakim telah memvonismu..
Disanalah tempatmu sepantasnya menghabiskan sisa hidupmu..
Di kamar VIP hotel prodeo hatiku ini..
Aku akan menawanmu dalam jeruji cintaku..
Seumur hidup..
Sungguh aku menyayangimu
Tanpa batas
Tanpa harap balas
Kamis, 14 Juli 2011
Film Jenis Psikotropika Non Sedatif
Akhirnya setelah melalui proses panjang dan melelahkan seperti pemilihan Ketua PSSI baru-baru ini, saya pun berhasil mengkhatamkan 2 film serial drama dari dua negara ras kuning yaitu Love Story in Harvard (Korea) dan Buzzer Beat (Jepang). Padahal sebelumnya saya sering memandang sinis dengan picingan mata sebelah pada mereka yang akhir-akhir ini sedang terjangkit sebuah penyakit endemik bernama Korean Drama's Fever terutama mereka para ABG aliran alay-isme itu. Anda tahukan Alay itu apa?oh tidak ya..kita sama berarti..saya pun tidak tahu, tapi biar gampangnya kita buat kesepakatan bersama saja, kalau komunitas alay adalah mereka-mereka yang dalam tutur kata, gaya menulis dan kosa sikap selalu membuat hal-hal yang sebenarnya mudah menjadi begitu sulit untuk dimengerti, sebaliknya dalam hal pola pikir cenderung meremehkan hal-hal yang besar..what ever terserah mereka saja, itu hak kebebasan berkespresi dari masing-masing orang, mending kita lanjut saja ke paragraf berikutnya.
Jika anda penasaran dengan kedua judul film di atas dan berharap saya akan membuat resensi atau sinopsis lengkap panjang lebar tentang film tersebut.. Selamat !!! Sepertinya anda harus tetap penasaran karena saya tidak akan melakukannya sebab blog ini bukan bergenre laporan jurnalistik dan saya ingin anda ikut menonton langsung kedua film tersebut.
Pada intinya kedua film drama romantis ini sama-sama mengambil tema mengejar impian dan mengkultuskan konflik percintaan. Di Love Story in Harvard kita disuguhkan perjuangan seorang mahasiswa hukum dan mahasiswi kedokteran dalam mengejar cita-cita di Harvard University, kampus yang kalau aku bilang (gaya Anang) adalah nenek moyang peradaban ilmu pengetahuan, di sana adalah gudang dari para akademisi tulen tempat dimana akan dengan mudahnya kita menemukan wajah-wajah berkepala agak besar, berkacamata tebal dengan tatapan mata polos, rambut klimis belah samping dan ujung baju selalu terbungkus rapi di dalam celana.
Sepintas disajikan metode pembelajaran yang sangat hidup di dalam ruangan kuliah, jadi para dosen terlebih dahulu memberikan tema sekaligus referensi buku yang harus dikuasai oleh para mahasiswa kemudian pada saat kuliah mereka akan mendiskusikan tema tersebut sehingga perkuliahan berlangsung 2 arah, saya teringat ketika kuliah dulu sering minta izin keluar ruangan jika mengikuti kuliah yang dibawakan oleh dosen dengan tipologi "mengajar membaca" . Yah kami hanya disuguhkan slide dan sang bapak dosen yth berbekalkan pointer serta mic akan membaca slide lengkap dari ujung ke ujung lengkap dengan titik dan komanya hanya diselingi oleh perintah "yah lanjut slide berikutnya" sampai jam kuliah habis. And the end..thats all.. Saya pikir akan lebih menghemat waktu bila bapak dosen yang terhormat tersebut langsung saja memberikan pada kami soft copy materi kuliah hingga tidak perlu mengorbankan beberapa liter air liurnya.
So In Lee (Kim Tae Hee) dialah gadis itu, purnama terindah yang temaramnya menyinari dan menghidupkan film tersebut. Saat dimana untuk pertama kalinya saya bisa jatuh cinta pada karakter tokoh di sebuah film.
Penuh penjiwaan, ekspresinya natural, senyumnya polos dan sangat sangat amat manis pula. Bagaimana dia berjuang seorang diri di USA pontang-panting mengerjakan pekerjaan part time apa saja hanya untuk membiayai hidup dan kuliahnya. Hingga nyaris tak memiliki sedikitpun waktu luang untuk belajar malah masih sempat-sempatnya mengikuti kegiatan-kegiatan amal di organisasi sosial kampusnya, namun kenyataannya dialah salah satu murid tercerdas di fakultas kedokteran tersebut. Setelah menyelesaikan studi kedokterannya dengan susah payah, alih-alih membuka praktek dan mengejar materi sebagai harga yang pantas untuk membayar pengorbanannya selama ini ternyata ia malah mewakafkan dirinya bekerja di sebuah yayasan amal. Arrrggghhh....kesadaran saya seperti dihantam palu godam berton-ton ketika mencoba memprediksi bahwa tentu nanti dia akan menjadi dokter yang sukses dan kaya raya di ujung cerita dan ternyata saya salah besar pemirsa, bahwa film Korea tidak semudah sinetron Indonesia yang bisa ditebak endingnya walau sambil bersantai ria sembari mengunyah wafer coklat Selamat di tangan kanan ditemani minuman coca-cola di tangan kiri .
Dan lebih anehnya lagi tidak seperti di Indonesia dimana menantu berprofesi dokter adalah idaman setiap para calon mertua dari Sabang sampai Merauke ternyata menjadi pengecualian di Korea sana. Salut beribu salut, film ini semakin mempertegas keyakinan saya bahwa tak ada yang spesial dari seorang dokter selain profesi yang dapat memberi nafkah hidup dan pahala sekaligus satu paket dengan syarat meniatkannya ikhlas sebagai ibadah. Saat ini terjadi pergeseran episentrum persepsi tentang dokter yang telah jauh mengalami bias, bahwa dokter menjadi primadona sebagai jaminan kesejahteraan di masa depan..ah betapa menyedihkannya anggapan omong kosong ini. !!!
Cerdas, cantik, baik hati, jujur, lemah lembut, mandiri, pekerja keras, dan berdedikasi,.. sungguh laki-laki di belahan dunia mana yang beruntung mendapatkan wanita berkarakter seperti ini. Saya teringat akan seseorang yang sama persis kharismanya dengan karakter tersebut, yah mungkin hanya dia..sepintas saya seperti melihat dirinya dalam tokoh dr. So In Lee dalam pembawaannya, dalam kesahajaannya dan dalam senyumnya . Di manapun dan apapun yang kau lakukan saat saya menulis ini, saya mengingatmu, merindumu dan masih mencintaimu selalu berdoa untuk kesuksesan dan kebahagiaanmu. With luv n pray...
Sedang di serial Buzzer Beat, saya lebih tertarik pada karakter prianya. Kamiya Naoki.
Cowok sporty, menly, cool, bertanggung jawab, berpendirian teguh pada prinsip hidupnya, tapi juga sabar, perhatian, penyayang, romantis dan jago masak. Perpaduan yang sangat unik bukan untuk karakter seorang cowok. Yah dalam upayanya untuk menjadi seorang pria dewasa namunpun masih memiliki beberapa sifat kekanak-kanakan dia terjebak dalam sebuah kisah cinta yang cukup rumit. Dikisahkan Naoki adalah seorang pemain basket profesional yang berkenalan secara tidak sengaja dengan Riko seorang violis (pemain biola). Tentang Riko mungkin saya cukup simpatik padanya, lebih karena sifat penyayang dan ekstra perhatiannya yang kembali mengingatkan saya pada seseorang tersebut. Ah biar orang itu tidak ke Ge-eRan saya tegaskan bahwa mungkin dalam karakter Riko dan So In Lee saya menemukanmu namun tidak secara fisik karena mata mereka jelas sipit-sipit..!!!
Kembali ke Naoki dan Riko tadi, mereka dipertemukan oleh beberapa kejadian kebetulan dalam garis-garis takdir yang tak terduga (anda jangan berkhalayal seperti kebetulan-kebetulan yang terkadang tidak masuk akal di sinetron Indonesia). Pada pertemuan yang tak terduga tersebut keduanya sedang berada di titik nadir dari upaya mereka mengejar cita-cita masing-masing bahkan nyaris putus asa, namun akhirnya entah bagaimana awalnya mereka secara tidak sadar memiliki sebuah ikatan bathin yang saling menguatkan satu sama lain, membuat mereka terus saling menyemangati hingga keduanya seolah mendapat energi ekstra dalam mengejar impian masing-masing, sejak pertama kali saling kenal hingga terjalin keakraban sejalan dengan pertemuan yang semakin intens di sebuah lapangan latihan. Walaupun beberapa kali mengikrarkan diri sebagai "teman" saja seiring berjalannya waktu Naoki dan Riko mulai menyadari satu hal yang ternyata jawabannya selama ini ada di hadapan mereka setiap kali bertemu di lapangan tersebut, yah ada sebuah poster di tempat latihan yang sekaligus tempat pertemuan mereka tersebut bertuliskan "LOVES MAKES ME STRONG" . Akhirnya mereka harus menyerah dan mengakui pada perasaan masing-masing bahwa energi positif maha dahsyat yang selama ini menyusup dalam diri mereka setiap kali bertemu itu bernama CINTA. Konflik terjadi ketika masing-masing telah memiliki pasangan walaupun pacar Naoki akhirnya berselingkuh dan pacar Riko yang merupakan pelatih dari Naoki sendiri juga ternyata tidak dicintai sepenuhnya oleh Riko.
Benang merah yang dapat saya tarik dari kedua kisah adalah pertama bahwa jangan pernah menyerah untuk mengejar impian seperti sebuah Buzzer Beat. Buzzer Beat adalah istilah dalam basket yaitu sebuah lemparan terakhir yang menghasilkan angka dapat membalikkan keadaan dari posisi kalah menjadi menang dalam detik terakhir tepat pada saat bel tanda pertandingan berakhir. Yah seperti itulah hidup walaupun pada suatu waktu dan keadaan kita berada di posisi yang jelas-jelas sudah pasti akan kalah, jangan pernah mengibarkan bendera putih kawan..jangan menyerah, tetap lakukan yang terbaik yang dapat engkau lakukan sebelum "bel akhir berbunyi " engkau masih memiliki kesempatan, terkadang perpanjangan tangan dari Tuhan datang pada waktu dan tempat yang tidak pernah kita sangka sama sekali.
Kedua bahwa LOVES MAKES US STRONG.. yah cinta ternyata memiliki pancaran energi natural yang bekerja di alam bawah sadar tanpa kita sadari sehingga secara eksponensial dapat meningkatkan laju kehidupan pada jalur positif bagi orang-orang yang mampu mengolah dan memanfaatkan dengan baik energi positif tersebut. Bagaimana cinta dapat membuat So In Lee dan Hyunwo mampu untuk bertarung dengan mahasiswa-mahasiswa terbaik dari seluruh penjuru dunia dan menaklukan Harvard University, serta Naoki yang akhirnya sukses membawa timnya juara liga basket pro di Jepang untuk pertama kalinya dan Riko berhasil menjadi violis terkenal yang ikut serta dalam sebuah konser akbar di salah satu kota di Jepang. Mereka sukses menggapai impiannya masing-masing karena rasa cinta itu praktis mendorong mereka untuk saling mendukung satu sama lain dan saling menyalurkan spirit semangat, jelas ada transfer energi secara virtual disana. Maka cinta adalah potongan puzzle yang tampaknya kecil namun ternyata memiliki arti cukup penting dalam mozaik kehidupan bagi orang-orang yang pernah merasakannya. Hingga tak perlu heran mengapa ada ungkapan "Di balik seorang laki-laki yang sukses pasti ada wanita yang hebat " dan mungkin saja bisa sebaliknya.
Pesan moral ketiga yang dapat saya petik adalah tentang konflik yang nyaris sama di kedua film ini namunpun dalam alur yang berbeda. Bahwa dalam meraih impian masing-masing mereka diharuskan untuk berpisah dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Yah itulah namanya prioritas hidup, saya teringat akan sebuah kisah seperti ini :
Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang pentingnya prioritas hidup pada para mahasiswa UNIDAYAN.
Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, “Okay, sekarang waktunya untuk quiz.”
Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember.
Ia bertanya pada kelas, “Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?”
Semua mahasiswa serentak berkata, “Ya!”
Dosen bertanya kembali, “Sungguhkah demikian?”
Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu.
Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, “Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?”
Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab, “Mungkin tidak.”
“Bagus sekali,” sahut dosen.
Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil.
Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, “Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?”
“Belum!” sahut seluruh kelas.
Sekali lagi ia berkata, “Bagus. Bagus sekali.”
Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember.
Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, “Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?”
Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata, “Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya.”
“Oh, bukan,” sahut dosen, “Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa:
Bila anda tidak memasukkan batu besar terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya.”
Apakah arti batu besar tersebut? yah itulah hal-hal yang penting dan paling prinsipil dalam hidup.
Ingatlah untuk selalu memasukkan “Batu Besar” pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil terlebih dahulu, maka hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting.
Oleh karena itu, tanyalah pada diri anda sendiri: “Apakah ‘Batu Besar’ dalam hidup saya?” Lalu kerjakan itu pertama kali.
Seperti itulah gambaran bahwa memang kita harus selalu dapat membuat skala prioritas dalam hidup sehingga perlu kebijaksanaan dalam mengambil keputusan-keputusan hidup ini. Karena hidup adalah tentang seni memilih, hati-hati dalam memilih, hati-hati dalam mengambil keputusan sebab sungguh saat detik engkau mengambil pilihan saat itulah engkau sedang membangun fondasi untuk menata bangun ruang takdir yang akan menjadi hunian di masa depanmu kawan...
Dan saat dua pasangan ini terpisahkan demi mengejar impiannya masing-masing, kekuatan cinta mereka masih terasa spiritnya, mereka masih terus diliputi oleh aura positif cinta tersebut, sebab sungguh energi cinta mampu menembus dimensi ruang dan waktu.
Begitu pula sebaliknya, ketika kita gagal, ketika usaha kita mencapai batasnya, ketika palu takdir Tuhan telah diketuk, yah saat waktu menyapa lewat umur yang bertambah dan saat impian itu tak mungkin lagi waktunya anda bangun dari mimpi tersebut hadapilah kenyataan itu, ubah dan leburkan hal yang semula menjadi "batu besar" dalam hidup kita tersebut menjadi "batuan kecil atau pasir" lalu temukan "batu besar" yang baru. Singkatnya, transformasikan semangat mengejar mimpi itu menjadi sebuah kekuatan menghadapi kenyataan dengan berbuat yang terbaik.
Selanjutnya yang keempat adalah bahwa...ah saya kira cukup tiga saja karena bukankah Allah SWT menyukai angka yang ganjil sobat ??? lagian tulisan ini sudah terlalu panjang.
Sarat pesan moral !!!, inilah yang menjadi keyword point mengapa film drama Korea dan Jepang tersebut dengan berat hati harus saya akui lebih baik dibandingkan sinetron-sinetron Indonesia. Ada jurang pemisah yang menganga lebar antara kedua varian film ini dalam hal menyajikan pesan moral tersirat. Di sinetron Indonesia kita nyaris tidak dapat menarik hikmah apa-apa selain "KALAU SUDAH JODOH TIDAK AKAN KEMANA" !!!
Lalu saya pun akhirnya menemukan jawaban mengapa sinetron Indonesia hari ini penikmatnya sebagian besar menyisakan kalangan yang termaginalkan (untuk tidak menyebut desa terpencil). Kenyataannya hari ini para remaja dan abg-abg kota sedang kecanduan film drama Korea. Yah tak perlu heran, ini sama sekali tak ada hubungannya dengan nasionalisme sebab cobalah tengok kualitas film layar lebar maupun sinetron yang ada di layar tv nasional dan swasta hari ini, kita mulai dari judulnya yang terkadang tidak masuk akal dan sama sekali tidak memiliki "taste of art", Coba apa yang ada di pikiran anda ketika mendengar judul-judul seperti ini
"Cintaku Terpaut di Jengkol" atau " Hantu Pocong datang Bulan"..
Yah dunia perfilman layar lebar Indonesia sedang dihantui oleh film-film horor yang lebih beraroma mesum, yang adegan menakutkannya stagnansi pada gelap, irama musik horor, dan mengagetkan dengan hantu yang muncul tiba-tiba walaupun terkadang riasan hantunya lebih mendekati kata lucu dari pada menakutkan.
Sedang FTV dan sinetronnya memiliki alur dan tema kolosal yang sudah bertebaran dan menumpuk seperti gunung sampah dari tahun ke tahun. "Ada dua orang saling suka, salah satunya orang kaya, sedang satunya orang miskin tak berada, orang tua mereka tidak menyetujui, ada peran antagonis yang akan selalu berusaha memisahkan mereka namun akhirnya mereka akan bersatu". Jika rating filmnya semakin meningkat, maka hal-hal yang tidak masuk di akal mulai bermunculan, seperti; si miskin ditabrak mobil, dia mati dan sudah dikuburkan, tapi beberapa tahun kemudian dia hidup lagi.dan bla bla bla..maka tak usah heran bila Indonesia adalah negara yang film dan sinetronnya kaya akan sekuel dan session.
Hal ini mungkin saja sedikit banyak dipengaruhi oleh kenyataan bahwa raja-raja sinetron yang menjadi produser adalah para keturunan India sehingga kiblat perfilman kita pun dari film-film Bollywood. Saya tak tahu pasti namun yang jelas saya lebih menikmati menonton "My Name Is Khan" atau "3 Idiot" daripada "Pocong vs Suster Ngesot" dan " Kuntilanak Diperkosa Jenglot " (saya yakin sebahagian besar durasi film ini akan dihabiskan oleh usaha jenglot yang notabene berukuran mini dalam usahanya memperkosa sang kuntilanak)
Kemudian coba perhatikan hal-hal kecil yang jamak kita temukan di sinetron-sinetron atau film nasional Indonesia misalnya si pemain yang baru bangun tidur, rambutnya sama sekali tidak terusik. Bahkan terkadang mereka tertidur dengan menggunakan lipstik dan blush on tipis. Contoh lainnya, di scene yang memperlihatkan si pemain sedang sholat, make up-nya pun semakin diperjelas (sepertinya habis wudhu artisnya make-up). Ini biasanya terjadi pada pemain wanita. Ataupun menggambarkan betapa tidak efektifnya sinetron tersebut dalam hal menghargai durasi, maaf untuk contoh ini saya singgung tentang sinetron kesukaan saudari Ipink Mariandana Alwi.
Warel: kamu kenapa Wit?? Katakan padaku!
Mama Warel : kamu kenapa?? Bilang sama mama! Apapun yang terjadi, mama akan tetap sayang kamu!
Kakak Warel: iya fit, kamu udah kita anggep keluarga sendiri kok.
Witri: Semuanya…. Witri minta maaf….. Witri ga bisa ngasih keturunan… (hiks..hiks..)
*efek musik: jeng jeng!!*
1. *kamera full shoot wajah witri*
2. *kamera full shoot wajah mama Warel - ditambah gerak slow motion*
3. *kamera full shoot wajah kakak Warel - ditambah gerak slow motion*
4. *kamera full shoot wajah Warel- ditambah geleng-geleng slow motion*
Kemudian adegan kaget ini diulang-ulang dengan urutan yang berbeda: 2,4,1,3. 4,1,2,3. dan seterusnya sampai dengan dua menit kedepan. What a waste!!!
Uniknya lagi bahwa peran protagonis yang "baik tetapi miskin" akan selalu mengalami kesedihan bertubi-tubi. Hidupnya selalu saja kesulitan, seakan-akan seluruh dunia berkonspirasi untuk membuat dia selalu susah dan sedih. Misalnya: Si miskin baru saja di pecat dari kantornya, sehingga dia tidak punya duit untuk bayar kontrakan, yang sialnya, si pemilik kontrakan tega untuk ngusir si miskin dan keluarganya. Akhirnya mereka pindah kerumah saudara. Tapi ada saudaranya yang benci dengan si miskin ini. Dibuatlah rencana jahat untuk mengusir mereka, dan rencananya berhasil!. Secara kebetulan, si miskin diterima kerja, sehingga dia dan keluarganya dapat kembali mengontrak rumah. Sayangnya ibu si miskin sudah tua dan sering sakit. Ketika ia sedang memasak, ia pingsan, sehingga rumahnya terbakar. Akhirnya mereka harus menumpang dirumah salah satu keluarga.
Tapi sang jagoan akan selalu sabar, tak pernah membalas sedikitpun pada orang yang menjahatinya bahkan untuk sekedar marah atau menggerutu sekalipun tidak, dia akan selalu tersenyum seperti seorang malaikat berhati mulia tanpa rasa dendam se miligram pun, sedang pemeran antagonisnya benar-benar seperti kisah Nabi Muhammad hanya yang berbeda bahwa yang diangkat dari mereka adalah sisi "angel" sisi "putih" sisi "manusiawi" dari dirinya. Maka kejahatan dan kelicikannya bahkan mengalahkan raja iblis neraka terkejam sekalipun sama sekali tak berperikemanusiaan, sama sekali tak memiliki nurani, yah sedikitpun tidak, lihat saja si Mischa yang menjadi musuh sejuta umat para ibu-ibu rumah tangga se Indonesia.
Tapi sang jagoan akan selalu sabar, tak pernah membalas sedikitpun pada orang yang menjahatinya bahkan untuk sekedar marah atau menggerutu sekalipun tidak, dia akan selalu tersenyum seperti seorang malaikat berhati mulia tanpa rasa dendam se miligram pun, sedang pemeran antagonisnya benar-benar seperti kisah Nabi Muhammad hanya yang berbeda bahwa yang diangkat dari mereka adalah sisi "angel" sisi "putih" sisi "manusiawi" dari dirinya. Maka kejahatan dan kelicikannya bahkan mengalahkan raja iblis neraka terkejam sekalipun sama sekali tak berperikemanusiaan, sama sekali tak memiliki nurani, yah sedikitpun tidak, lihat saja si Mischa yang menjadi musuh sejuta umat para ibu-ibu rumah tangga se Indonesia.
Dan seperti itulah khasanah perfilman Indonesia saat ini, benar-benar penuh dramatisasi sangat kuat aroma ke-telenovela-annya. Tidak seperti 2 film yang saya singgung di atas yang benar-benar natural, kisahnya menyentuh namun juga dapat diterima oleh nalar. Tiap-tiap tokohnya benar-benar punya karakter yang kuat. Pemeran utamanya pun tidak " full angel ", tapi juga memiliki sisi manusiawi atau bahkan dalam beberapa adegan juga memiliki sisi "devil/demon". Mereka dapat marah, berbuat salah, cemburu seperti Hyunwo ketika So In Lee berkencan dengan Alex Hong, atau menangis seperti Naoki ketika pacarnya yang begitu disayanginya selingkuh juga begitupula pemeran antagonisnya mereka juga tidak "pure devil". Mereka terkadang sebenarnya penyayang, pencinta, namun hanya pola pikir dan jalan yang dipilih oleh mereka yang salah dan kesemuanya berjalan natural sangat manusiawi sehingga selama menikmati film seringkali kita terjebak kebingungan mereka-reka seberapa antagonisnya kah tokoh ini atau seberapa baiknya kah tokoh itu yang secara otomatis semakin mempersulit kita untuk menebak ending film tersebut.
Namun pun demikian sebagai pengkritisi saya juga harus bersifat adil dalam menilai, memang ada beberapa hal kekhilafan yang mungkin saja terlupakan oleh sutradara kedua film tersebut.
Pertama, di film Love Story in Harvard saya pikir So In Lee terlalu cantik dan terlalu sehat bugar untuk ukuran pasien yang sedang dan telah mendapat kemoterapi serta radioterapi melawan kankernya. Tidak ada rambut yang rontok, tidak ada badan yang mengurus, atau tidak ada wajah pucat pasi lesu darah.
Hal yang kedua bahwa di film Buzzer Beat ada kejanggalan mengapa harus sang pelatih yang janjian dengan Riko untuk mengambil HP milik Naoki. Kemudian saya juga agak terganggu dengan kenyataan mengapa di film ini Riko yang seorang wanita lemah lembut seniman pemain biola lebih banyak adegan lari-larinya daripada Naoki yang justru seorang atlet. Yang pasti saya punya kesimpulan ternyata tempat di Jepang itu tempat-tempatnya berdekat-dekatan satu sama lain hingga bisa ditempuh cukup dengan jalan kaki dan berlari saja.
Kemudian ketiga, berlaku untuk kedua film khususnya pada adegan ciumannya sepertinya terlalu banyak dan mengambil durasi yang lumayan meresahkan, ciuman diibaratkan sebagai suatu hal yang sakral dalam sebuah hubungan muda-mudi, entahlah mungkin saja para pembuat film hanya ingin menambah bumbu keromantisan dengan menyisipkan adegan-adegan tersebut yang jelas buat saya tidak terlalu aman dikonsumsi oleh kalangan umur menengah ke bawah.
Keempat adalah...yah kembali dengan alasan sama seperti sebelumnya di atas. saya kira cukup tiga saja ...
Maka saya pun hari ini sama dengan para ABG labil lainnya, sama-sama terserang dampak endemis dari film-film drama Korea dan Jepang tersebut. Film yang harus saya akui sepenuh hati bak candu yang membuat kita selalu penasaran dari satu episode ke episode berikutnya, membawa ruh alam bawah sadar terbang ke setiap lakon adegan, mendalami setiap karakter, menangis dan tertawa bersama mereka, serta mengurai setiap pesan moral yang tersirat. Kemudian film tersebut ditamatkan dengan cara yang menurut saya begitu elegan, terkadang menyisakan tanda tanya akan kelanjutannya yang sebenarnya masih sangat luas untuk dieksplorasi lebih lanjut atau dengan kata lain dibuatkan sekuelnya namun mereka berpendapat lain karena kenyataannya film-film tersebut pada akhirnya tidak pernah dibuat sekuelnya terganti oleh film baru, judul baru, karakter baru, kisah baru, dan konflik baru.
Dan tanpa sadar saya pun ikut kecanduan seperti para pecandu obat-obat psikotropika namun sama sekali tanpa efek sedasi (kantuk), yah saya begadang sudah 2 minggu ini gara-gara 2 film tersebut..
Benar-benar jenis Psikotropika Non Sedatif...tak terbantahkan..salut..
Terlepas dari itu semua, mari sama-sama kita mengambil sisi positif dari realita yang ada bahwa fungsi televisi saat ini semakin vital dalam perannya sebagai distributor utama berita, informasi, ataupun tayangan-tayangan edukatif lainnya. Sayangnya kita tidak dapat mengubah semua masyarakat Indonesia menjadi lebih pandai dalam memilih-milih tontonan. Ini harusnya menjadi tugas dari perusahaan perfilman untuk menciptakan tontonan yang lebih mendidik. Tidak perlu menyamai film-film Hollywood dengan efek-efek komputer yang canggih. Mengapa tidak memulainya dari cerita yang sarat dengan nilai-nilai positif, settingan cerita yang lebih alami, yang lebih menggambarkan kehidupan orang banyak. mengurangi efek dramatis, dsb. Hal apapun pasti dapat berubah jika dibiasakan. Semakin bermutu tontonan masyarakat kita, maka semakin berkualitas masyarakatnya.
Wassalam...
Wassalam...
Hoamm..ngantuk...!!!
Makassar, dini hari
Ryo
Selasa, 12 Juli 2011
Muslim yang Anemia dan Kurang Gizi
Akulah Muslim yang anemia dan kurang gizi itu…
Betapa lesu darah pucat pasi dan kurang gizinya ke-Islam-anku ini ya Allah..
Islam yang diperoleh hanya karena turunan dari kedua orang tuaku dan kaum mayoritas di negaraku.
Hingga waktu menyapaku di usia yang menapaki kedewasaan ini ISLAM ku masih sama seperti saat pertama kali aku belajar wudhu, shalat, mengaji dan puasa yang baik.
Semuanya hanya berhenti di ritual semata tanpa sedikit pun menyentuh dimensi spritualisme.. se inchi pun tidak..
Dalam wudhu aku hanya tahu urutan, niat, bacaan dan tata caranya tanpa tahu sedikitpun apa makna di balik setiap basuhan anggota tubuhku tersebut.
Maka yang bersih hanyalah lapisan epidermis kulit terluarnya saja yang kasat mata tapi aku tak tahu mengapa tanganku masih saja ringan untuk menampar atau mengambil yang bukan hakku.
Tak tahu apakah nanti hidungku bisa menghirup aroma surga,
Tak tahu alasan mengapa mulutku masih saja suka menggunjing dan memamah makanan yang tidak kuketahui sumbernya halal atau haram.
Tak tahu apakah wajahku adalah salah satu wajah-wajah yang bersinar kelak di hari pembangkitan,
Tak tahu apa penyebab kakiku masih saja melangkah ke tempat-tempat maksiat atau menendang orang yang kuanggap rendahan dan bahkan aku tak tahu apakah kakiku ini akan berjalan dengan mulus nanti di titian sirathal mustaqim kelak..
Yang kutahu hanyalah wudhu itu dilakukan sebelum menunaikan shalat..hanya sampai disitu..selebihnya aku malas tahu..
Ketika shalat lagi-lagi yang kulakukan hanyalah seremonialnya saja sesuai urutan, tata cara dan jumlah raka’atnya. Tanpa ada pemaknaan sedikitpun dalam setiap bacaan, tanpa ada sedikitpun evolusi kesadaran bahwa aku sedang berhadapan denganNya, yang berlalu lalang dalam pikiran tatkala shalat hanyalah tentang sinetron Cinta Fitri yang akan menayangkan episode terakhirnya sebentar,
“aku belum mengerjakan tugas kuliahku malam ini"
“ oh sebentar setelah shalat aku mau makan kasuami dan ikan parende “
“ oh sebentar setelah shalat aku mau makan kasuami dan ikan parende “
Hingga tak usah heran bila ketika salam pada raka'at terakhir sama sekali tak ada kerinduan terhadap sang Khalik dan tak perlu mempertanyakan mengapa tak ada laju adrenalin moral yang meningkat setelahnya terutama dalam hal perwujudan hakikat shalat itu sendiri yaitu AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR !!!
Yah aku memang selalu rutin mengerjakan shalat namunpun terkadang lalai dan bolong-bolong atau terlambat karena urusan kantor, urusan kuliah atau urusan percintaan karena jujur terkadang aku lebih takut pada atasan atau dosenku daripada sang Penciptaku, alarmku lebih sering tersetting untuk hal-hal special bagi kekasihku daripada untuk sekedar membangunkanku shalat shubuh atau shalat tahajjud.
Al-Qur’an di kamarku memang kuletakkan di susunan tertinggi di lemari bukuku sebagai bentuk penghormatan setinggi-tingginya kepada wahyu yang turun dari Allah SWT namun harus kuakui kenyataan bahwa Al-Qur’an adalah yang paling berdebu di antara buku-buku dan novel-novel di sekitarnya karena paling jarang aku sentuh. Mungkin aku bisa menghabiskan serial Harry Potter dan Twilight yang jumlah halamannya 2 kali lebih banyak dari Al-Qur’an dalam waktu satu hari. Namun ketika membaca kalam Illahi entah kenapa belum cukup satu halaman habis, ngantuk yang dalam sudah menghantamku dengan hebatnya. Kalaupun aku sedang rajin membacanya, tak lebih seperti membaca koran tak pernah barang semilidetikpun aku melirik ke tafsir di sebelahnya barang satu kalimat atau satu katapun apalagi sampai mengkajinya, menyingkap pesan-pesan metafornya, ataupun mengurai nilai-nilai moral universalnya.
Saat Ramadhan tiba bukan nikmat ibadahnya yang kurindu dan kunantikan namun budaya-budaya kolosalnya seperti mudiknya, ngabuburitnya, rame-rame ke masjidnya, serta halal bi halal dan pelesir saat lebarannya. Maka tak usah heran bila ibadah puasa, shalat tarawih plus witir dan shubuhku tak pernah sempurna setiap tahunnya apalagi sampai mengkhatamkan Al-Qur'an atau melakukan i'tikaf..sama sekali itu tak termasuk dalam susunan acara bulan ramadhanku ya Allah..
Tatkala punya kesempatan untuk berbagi terhadap sesama, hanya baju bekas tak layak pakai yang kusumbangkan walau sempat terbersit dalam pikiranku mereka sama seperti aku pasti tak akan menyukai pakaian ini sebagaimana ketika keluar masjid atau di simpang jalan saat bertemu saudara-saudaraku yang cacat dan adik-adikku yang bertarung dengan kerasnya hidup di jalanan, hanya recehan koin yang kuberikan padahal kata hatiku jujur mengakui bahwa uang seperti itu hanya cukup untuk membeli permen saja.
Yah seperti itulah Islam ku. Shalat, mengaji, dan puasa ku hanya berada di ranah seremonialnya saja, tak pernah ada usahaku untuk meningkatkan levelnya ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Karena terus terang aku sudah cukup nyaman dengan Islamku yang seperti ini, cukup melakukan semua ibadah tersebut dengan tujuan menggugurkan kewajiban, aku tak berdosa lagi, tak usah takut lagi akan masuk neraka, hingga membuat jiwaku tenang seolah mendapat morfin psikologis bahwa aku sedang berada di jalur yang benar dan suci walaupun harus diakui seringkali perasaan itu hanya seperti bius yang berlakunya hanya sementara waktu saja. Saat segala sesuatunya berjalan sedikit saja tak sesuai dengan keinginanku maka otomatis aku akan berkata bahwa Engkau tak adil sebaliknya saat aku mendapat nikmat maka akupun serta merta akan melupakanMu, kalaupun mengingatMu hanya pada detik saat aku mengucapkan Alhamdulillah yang hanyalah sebuah lip serviceku saja sebagai bagian dari kebiasaan umat Muslim pada umumnya, selebihnya aku tak pernah hidup dengan rasa syukur tersebut.
Namun lepas dari itu semua, walaupun aku Muslim yang anemia dan kurang gizi setidaknya aku masih dapat tetap hidup walau tak tahu bisa bertahan hingga berapa lama dengan keadaan seperti ini terus-menerus.
Hingga malam ini aku mulai tersadar bahwa ternyata keadaan Islam ku yang anemia dan gizi buruk ini membuat imunitas keimananku akan begitu rentan terhadap patogen-patogen kehidupan..
Akan membuat grafik keimananku sedikit demi sedikit mengalami inflasi oleh efek reduksi keduniawian.
Maka terbitlah kesadaran makrokosmis dalam nuraniku bahwa aku butuh suplemen. Suplemen untuk memperkuat imunitas keimananku.
Suplemen itu bernama ilmu pengetahuan..
Ilmu tentang agamaku, tentang Islam dan kajian cabang-cabang ilmunya.. yang akan menstimulus produksi sel-sel darah merah sekaligus memompa laju adrenalin spritualitasku yang meluas dalam cakrawala kesadaran hingga Islam-ku tak anemia lagi.
Ilmu tentang filsafat kehidupan dan ilmu tentang hukum alam juga sunatullah yang akan menjadi asupan kaya gizi guna membimbingku menemukan tanda-tanda keberadaanNya hingga menjadi nutrisi iman yang memperkokoh tembok baja rasionalitas dan moralitasku. Agar aku tak menjadi Muslim yang kurang gizi lagi.
Sebab sungguh aku ingin menjadi seorang Muslim dalam artian yang sebenarnya, yang sehat jiwa dan raga, selamat dunia dan akhirat..
Dalam sesaknya jama’ah mungkin setiap dari kita akan sama lantangnya dalam mengucapkan takbiratul ihram “Allahu Akbar” namun mungkin hanya sedikit dari kita yang mengalami getaran oleh lompatan kuantumnya…
Makassar 12 Juli
Ba'da Isya
Ryo
Sabtu, 09 Juli 2011
Poligami Itu Halal tapi Meng-Euthanasia Istri Anda Jelas Haram
Jagalah hati... jangan kau nodai
Jagalah hati... lentera hidup ini
Jagalah istri... jangan poligami
Jagalah istri… teman dalam hidup ini...
Inilah status yang kemarin sore sempat saya komentari dari akun atas nama Landoke-ndoke, sepenggal lirik yang diplesetkan dari lagu yang pernah begitu fenomenal dari Ustadz Aa Gym ketika beliau angkat nama di belantika layar kaca nasional. Saya sekedar iseng melanjutkan syair di atas dengan sekenanya saja namun ternyata ada beberapa kawan facebooker yang menanggapinya serius, ah karena saya bukan Nabi Bachi atau Ustadz Iwan yang gemar bertarung argumen saya acuhkan saja mereka dan lagian tak elok rasanya bila saya yang masih hijau ini (pura-pura muda) berdebat tentang poligami dengan mereka yang sudah khatam seluk beluk dunia pernikahan. Biarlah saya bermonolog di blog ini saja sebagai media penyaluran inspirasi dan aspirasi saya secara pribadi.
Saya pikir sepenggal syair di atas cukup menohok bagi seorang Aa Gym ketika nama besarnya mulai secara perlahan tapi pasti menggeser posisi KH. Zainudin MZ sebagai Da'i terkondang, kasus poligami dan perceraiannya dengan teh Ninih istrinya yang selama ini mendampingi beliau dari titik nol hingga memiliki nama besar kemudian meruntuhkan menara keagungan beliau di mata publik, sukses menciderai sterilisasi figur beliau sebagai sosok Public Interest.
Yah poligami masih seperti hantu gentayangan yang sampai hari ini masih terus menjadi bahan perdebatan di berbagai forum dan media, seperti api dalam sekam yang selalu siap tersulut bila ada kasus-kasus panas lain lagi yang muncul ke permukaan. Ketika kasus Aa Gym ini mencuat, para suami di Sabang-Merauke pun senyum-senyum sumringah, seperti mendapat angin segar dan melihatnya sebagai karcis menuju jalan tol yang bisa membuatnya menerobos palang budaya peradaban pernikahan di Indonesia . Mereka seolah mendapat amunisi alibi tambahan sebagai perisai bahwa memang poligami itu dianjurkan oleh Islam. Berikut petikan wawancara La Heri dengan Nabi Bachi tentang pendapatnya mengenai konsep poligami.
Nabi Bachi, Apakah anda setuju dengan konsep poligami?
Yah saya sangat setuju karena memang tertulis jelas dalam Al-Qur'an
"Kawinilah wanita yang kamu senangi dua, tiga atau empat (QS.4:3) "
Tapi bukankah pada ayat selanjutnya juga mengatakan bahwa :
"’ Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (QS 4 : 29)
Oh iya memang saya juga bingung dengan dualisme surah ini, namun menurut saya poligami tetap halal karena itulah sunnah Rasul..! #sambil mengacungkan telunjuk tinggi-tinggi
Tapi bukankah Rasulullah SAW hanya menikahi satu orang saja gadis yang masih perawan dari seluruh istri-istrinya , selebihnya adalah janda-janda atau bahkan janda tua yang ditinggal mati suaminya dalam perang dengan tujuan mulia untuk menghindari fitnah serta menghidupi mereka secara finansial sedangkan hari ini yang terjadi bahwa yang menjadi istri-istri tambahan adalah para gadis-gadis muda belia ataupun sebahagian kecil lainnya para janda yang masih sintal, cantik mulus, ayu rupawan dan sebagian besar dari mereka bahkan ada yang mampu secara ekonomi. Lalu bila memang ingin menjalankan sunnah Rasul mengapa tidak sekalian mengikuti sunnah-sunnah nya dalam hal syariat beribadah yang lainnya seperti shalat-shalat sunnah, shalat lailnya yang sampai membuat telapak kaki beliau bengkak-bengkak, puasanya yang rutin dan lain-lain..Bukankah ini sama saja memilah-milah sunnah Rasul sesuai dengan kesenangan duniawi semata.
Mmm..benar juga, tapi biar bagaimanapun poligami masih lebih baik daripada prostitusi yang jelas-jelas adalah sebuah zina.
Nah semakin jelaslah kemana arahnya mengapa sebagian para suami begitu gahar menyusun alibi tentang poligami ini, bukankah secara tidak langsung dari pernyataan anda bahwa poligami adalah sarana pemuasan nafsu syahwat. Nafsu syahwat sama seperti nafsu duniawi lainnya seperti mencuri, keserakahan akan materi dengan tindakan korupsi, atau nafsu membunuh semuanya memang harus ditekan sebagai penguji kadar keimanan seorang Muslim misalnya dengan jalan lebih mendekatkan diri padaNya atau rutin berpuasa sunnah sehingga poligami yang kontroversial tidak menjadi satu-satunya jalan pintas pemuasan masalah syahwat ini.
Tapi bukankah juga kodratinya bahwa laki-laki itu maaf menurut saya memiliki syahwat yang lebih besar daripada wanita, jadi poligami sangatlah wajar saya pikir
Ah menurut saya sama saja hanya perbedaannya laki-laki lebih ekspresif sementara wanita memiliki kekuatan alam bawah sadar yang lebih baik dalam menekan urusan syahwat ini.
Namun saya rasa faktanya jumlah wanita di dunia ini lebih banyak daripada laki-laki jadi bisa-bisa nanti ada wanita yang tidak kebagian jodoh dong..
Waduh anda ini seorang nabi tapi mengapa lupa tentang ayat bahwa manusia telah diciptakan berpasang-pasangan. Apakah anda mau membantah keabsahan ayat tersebut?
Saya sebenarnya bingung dengan anda ini, tadi katanya mau wawancara mengapa sekarang seperti menggurui saya yang seorang Nabi. Sudah!! kalau begitu saya tidak mau diwawancarai lagi kalau seperti ini modelnya..#ngambek keluar ruangan sambil robek2 daun di pojok.
Baiklah daripada bingung memahami wawancara aneh di atas, mari kita mulai eksplorasi dari sumber polemik yang paling substantif yaitu tentang 2 ayat Al Qur'an di atas.
Secara kontekstual sebenarnya tujuan turunnya ayat ini spiritnya bukanlah untuk menambah tapi mengurangi / membatasi karena saat itu sebahagian besar para Arabian beristerikan hingga 7 orang atau bahkan lebih.
Sehingga tersirat pesan revolusioner Allah SWT melalui ayat ini yang secara persuasif ingin membatasi poligami di Arab pada masa itu sebab tak bisa dipungkiri bahwa poligami adalah budaya yang telah tumbuh di jazirah Arab sejak zaman pra Islam.
Dari penafsiran kedua ayat tersebut memang di satu sisi membolehkan namun pada ayat berikutnya jelas bahwa ada "syarat dan ketentuan berlaku" yaitu haruslah ADIL, sebuah syarat Maha Berat yang Allah sendiri menyangsikannya langsung bahwa akan sangat sulit seorang laki-laki untuk berbuat ADIL ini. Okelah secara hal-hal berbau materi yang terukur seperti finansial atau jadwal kunjungan mungkin adil masih dapat diterapkan namun tentang hal-hal yang immateri seperti perasaan atau CINTA apakah bisa mereka berlaku ADIL, adalah sangat munafik bila seorang manusia selain Rasulullah dapat menyamakan perlakuan terhadap istri pertama yang telah tua plus keriputan dengan istri muda yang masih segar, ranum dan mulus. Jadi jelas pesan akhirnya adalah akan jauh lebih baik ber-MONOGAMI, namun pun tanpa menghapus kemungkinan kondisi darurat dan tidak normal yang terjadi dalam suatu keadaan di suatu tempat pada suatu zaman nanti.
Bila dikaji lebih dalam lagi sejatinya inti dari ajaran Islam itu adalah nilai-nilai Kebenaran Universal. Nilai-nilai moral Universal. Seperti sikap saling menghargai, tolong menolong, kasih mengasihi, berlaku adil dan seterusnya. Nilai-nilai inilah yang memungkinkan Islam itu bisa diterima oleh semua manusia dimana saja dan kapan saja. Nah, itulah yang dikatakan rahmatan lil alamin. Nilai-nilai Universal itulah yang menjadi rahamt bagi seisi alam.
Praktek poligami, itu bukan nilai-nilai Islam. Tapi itu adalah salah satu locus, atau salah satu wadah tempat penubuhan nilai-nilai. Bagaimana seorang muslim Arab bisa menerapkan nilai-nilai Universal Islam tadi, terutama dalam hal ini nilai-nilai keadilan, dalam menata rumah tangganya dengan sekian isterinya. Tapi jumlah isteri itu bukanlah nilai-nilai Islam. Cara pengelolaan isteri-isteri itulah yang menggunakan nilai-nilai Islam. Bisa adil tidak. Bisa jujur dan sportif tidak. Atau hanya pura-pura adil tapi di belakang main kucing-kucingan diantara semua isterinya dan sebagainya. Sikap pengelolaan inilah yang disebut ajaran Islam. Bukan jumlah isterinya.
Sehingga singkatnya bahwa Poligami adalah sebuah contoh kasus dalam Al-Qur'an. Budayanya. Maka bukan poligaminya yang ditujukan untuk semua manusia di segala zaman. Tapi kisah poligami itu hanya untuk mencontohkan bagaimana Nabi menghadapi dan membina rumah tangganya. Apakah beliau menerapkan sifat adil dan sebagainya tidak untuk itu. Nah sikap Nabi dalam membina rumah tangga itulah yang akan ditiru. Bukan jumlah isterinya. Yang lucunya, jumlah isterinya ditiru tapi nilai-nilai Islamnya tidak ditiru. Apa itu tidak keliru namanya??
Oleh sebab itulah sering sekali saya tekankan dalam beberapa tulisan sebelumnya bahwa hidup ini bukanlah tentang tafsiran ayat per ayat tapi adalah bagaimana memaknai pesan holistik dari Al- Qur'an itu sendiri secara keseluruhan dalam dimensi kehidupan kita.
Mari kita lanjutkan eksplorasi dari sudut pandang hakekat pernikahan. Bahwa sebagai seorang wanita maka kesiapan untuk menikah adalah berlaku umum hanya berdasarkan usia atau kematangan fungsi reproduksi sementara bagi seorang pria variabel umur bukanlah variabel tunggal banyak syarat yang harus dipenuhi yaitu kesiapan sebagai seorang imam dalam keluarga nantinya sehingga idealnya kita harus memiliki bekal spritual, mental dan materi yang layak. Menjadi ironis ketika melihat kenyataan miris bahwa sebagian para suami-suami pemburu syahwat ini menjadi penjahat pemetik bunga yang menanamkan benihnya di mana-mana dengan hanya bermodalkan nafsu tebal namun berkantung tipis, hingga istri-istrinya saling cakar seperti kucing-kucing pasar dan anak-anaknya seperti anak ayam tanpa padi yang berserakan.
Dalih para fanatik poligami yang seolah meminjam stempel dan tanda tangan persetujuan dari Tuhan lewat ayat-ayat di atas dan sunnah Rasul yang mereka jadikan payung hukum pada kenyataannya murni hanya memandang dari perspektif mereka sebagai laki-laki yang sebagian besar masih terbuai oleh "imajinasi sosial" mereka yang sebenarnya bias gender bahwa derajat mereka lebih tinggi, mereka adalah pemimpin dalam suatu hubungan, mereka lebih kuat dalam berbagai hal dari wanita, merekalah sang pengambil keputusan yang otoriter dengan menafikan sudut pandang perempuan yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai objek bahkan kalau boleh saya katakan sebagai objek pemuasan nafsu syahwat mereka. Wanita mana di belahan dunia ini yang hati dan perasaannya tidak terluka melihat suami yang ditemaninya berpuluh-puluh tahun dalam suka dan duka harus berbagi cinta dengan wanita lain apalagi lebih muda apalagi lebih cantik apalagi lebih seksi dan apalagi-apalagi lebih lainnya...Padahal Allah SWT jelas-jelas dalam Al-Qur'an begitu mengagungkan wanita sebagai mahluk yang patut dimuliakan dalam sebuah ikatan pernikahan.
Perlu dipahami bahwa wanita Arab cenderung lebih permisif dengan poligami ini karena merupakan sebuah budaya yang tidak dianggap tabu lagi di lingkungan kehidupannya. Sedang bagi para pria Arab dengan menilik pada pola konsumtif masyarakat di Arab sana yang high kolesterol menu maka tak usah heran bila urusan syahwat seperti mendapat perhatian ekstra bagi mereka.
Namun bila kita generalisasikan dengan kondisi wanita Indonesia hari ini yang telah tumbuh mengalami pubertas bersama semangat emansipasi, dengan spirit kesetaraan gender dan fanatisme terhadap paham eksistensialis feminisme maka tak usah heran bila poligami begitu diperangi oleh para Kartini Indonesia hari ini. Terlebih fenomena bahwa wanita-wanita Indonesia memiliki kecenderungan besar untuk memonopoli CINTA pasangannya atau bahkan hasrat untuk menguasai seluruh sendi pranata kehidupan pasangannya (ini dari pengalaman pribadi masa-masa ababil dahulu) maka semakin menderulah genderang perang terhadap poligami ini ditabuh. Sebab walaupun budaya poligami telah lama dikenal dan di-aminkan di Indonesia namun harus diakui poligami masih menjadi barang langka dan cenderung masih merupakan hal di luar dari mainstream budaya dalam kehidupan sosio-kultural bangsa kita.
Bila memang poligami adalah salah satu inti ajaran Islam saya pikir harus ada penambahan opsi untuk poligami di dalam janji pernikahan saat akad nikah. Adakah wanita yang bersedia untuk itu ???
Selanjutnya bahwa hakekat pernikahan adalah selain tujuan ibadah serta melindungi hak reproduksi wanita adalah juga sebagai perwujudan dogma sentral biologis manusia guna mempertahankan keberlangsungan spesiesnya dalam perannya sebagai khalifah di sepanjang umur bumi bukanlah sebagai legalitas syahwat semata.
Namun saya tidak mengatakan bahwa poligami itu haram tapi menilik dari hukum asalnya yang sunnah saya pikir bukankah berdasarkan hukum syariat juga dapat bergeser secara kontekstual yah itu tadi bila syarat dan ketentuannya tidak diberlakukan. Pada intinya poligami itu sifatnya dibolehkan bukan dianjurkan, terutama pada keadaan-keadaan darurat atau tidak normal seperti yang sebelumnya saya singgung misalnya karena isteri pertama tidak dapat memberikan keturunan atau kejadian seperti zaman Rasul terulang namun kembali harus sesuai dengan "syarat dan ketentuan" untuk Adil tersebut.
Saya sendiri bila ditanya apakah mau atau tidak berpoligami ??? maka tanpa berpikir lagi kemana larinya Nazaruddin dan Nunun pasti saya akan jawab dengan lantang IYA tapi kembali harus dengan syarat maukah Nikita Willy, Medina Kamil dan Kim Tae Hee untuk dipoligami?kalau mereka ikhlas yah saya akan sangat sangat siap untuk berlaku ADIL.
Dan yang paling teraktual adalah kajian saya tentang poligami dari perspektif medis.
Bahwa poligami bisa menimbulkan derita dan luka bathin berkepanjangan bagi nurani kaum hawa yang dipoligami karena para suami poligamer akan selalu memiliki kecenderungan untuk pilih kasih dalam hal membagi cintanya, itu pasti !!
Logika sederhananya saja bila kita memelihara beberapa ekor ayam atau burung peliharaan pasti akan ada salah satu yang paling kita sayangi dan mendapat perlakuan khusus apalagi dalam kehidupan berumah tangga bersama beberapa orang isteri, kecenderungan untuk memperbandingkan dan menilai itu pasti akan selalu ada. Betuuulll??#Aa Gym mode On
Nah pada para isteri-isteri dengan luka bathin berkepanjangan ini sangat potensial menimbulkan stress, yang kemudian stress ini dapat menimbulkan peningkatanan pada produksi asam lambungnya, akibatnya bisa timbul penyakit maag dan bila kronis bisa menjadi tukak lambung atau bahkan ulkus peptikum (luka pada lambung).
Stress berkepanjangan secara kejiwaan bisa menimbulkan depresi mulai dari skala ringan hingga berat kemudian lebih parahnya lagi bahkan bisa sampai skizofrenia atau yang dikenal di awam sebagai orang gila.
Selanjutnya stress adalah salah satu faktor penyebab naiknya tekanan darah atau hipertensi, hipertensi pada stade yang lebih tinggi rentan menimbulkan gangguan jantung dan menjadi salah satu faktor resiko stroke.
Dan stroke serta gangguan jantung ini keduanya bila tidak ditangani secara cepat dan tepat hanya berjarak beberapa jam saja dari kematian..
Seperti itulah dampak sistemik dan multiorgannya Poligami..
Saya rasa IDI perlu mengeluarkan fatwa "haram" tentang poligami ini dari perspektif medis setelah mengkaji apa yang saya coba jabarkan di atas.
Jadi bagi para isteri bila anda mengizinkan suami anda untuk poligami itu sama halnya anda secara tidak sadar sedang melakukan euthanasia..
Jadi bagi para isteri bila anda mengizinkan suami anda untuk poligami itu sama halnya anda secara tidak sadar sedang melakukan euthanasia..
Makassar di Minggu pagi yang cerah...
Ryo
Ryo
Langganan:
Postingan (Atom)